Mata pelajaran favorit Salmatu di sekolah adalah sejarah; dia senang mendengarkan berbagai cerita tentang orang-orang dan negaranya, dan bercita-cita menjadi jurnalis. Dia memiliki pacar yang baru saja tamat SMA, namun Salmatu tidak membiarkan pemuda itu memaksanya melakukan apa pun yang tidak diinginkannya. Dia masih ingin menyanyi dan pergi ke pantai bersama teman-temannya.
Kadang-kadang dia malas masuk kelas. (“Saya suka tidur, itu hobi saya,” katanya sambil tersenyum. Saat dia masih kanak-kanak, setiap kali dia mengamuk, ibunya menidurkannya, dan itu membuatnya merasa lebih baik.)
Namun kemudian dia teringat pada cita-citanya. Ibunya meregang nyawa untuk keluarganya. Bagaimana mungkin dia berhenti sekolah dan menjalani kehidupan yang tidak membuat ibunya bangga?
Kadiatu Kamara yang berjulukan KK, lahir di desa pesisir bernama Bureh, di tepi Samudra Atlantik. Dia gadis yang lincah, dengan tato taburan bintang di lehernya. Dia tinggal di desa itu seumur hidupnya, dan orang tuanya mengasuhnya bersama empat saudara lelaki dan satu saudara perempuannya di tengah masyarakat yang sangat akrab. Orang tuanya menjual kayu bakar yang dikumpulkan dari sekitar desa untuk menghidupi keluarga. Ayahnya meninggal saat dia masih kecil, dan kehidupannya pun semakin sulit. Ibunya, Baby, hingga kini masih berjuang untuk mendapatkan cukup uang agar bisa menyekolahkan KK dan kakak lelakinya.
Kini berumur 19 tahun, KK sebagai anak bungsu selalu tertarik pada tempat-tempat yang membuatnya merasa diterima. Dia tinggal bersama ibunya dan anggota keluarga lainnya, sehingga dia mendambakan tempatnya sendiri. Empat tahun silam, ketika sebuah klub selancar dibuka di pantai dan para pemuda desa berbondong-bondong mendatanginya, KK ingin mencoba berselancar di laut. Dia hanya pernah melihat gambar orang berselancar di majalah.
Laut menjadi terapi bagi KK: “Saat saya berselancar … saya berada di negeri lain.”
“Saat berselancar, saya seolah-olah berada di negeri lain,” ujar KK. Pada awalnya dia belum bisa berenang. Tali yang mengikat pergelangan kakinya pernah putus sehingga papan selancarnya hanyut dan dia harus berjuang agar bisa tetap mengapung. Seorang peselancar lain harus memancingnya agar dia tidak tenggelam.
KK adalah salah satu dari beberapa perempuan peselancar di Sierra Leone. Dia mengenal banyak remaja yang hamil dan harus putus sekolah, atau menikah dengan pria yang jauh lebih tua. Namun, dia selalu menyadari bahwa itu bukan sesuatu yang diinginkannya. Dia mendengarkan penjelasan di sekolah tentang perempuan yang seharusnya tidak berhubungan seksual di usia yang terlalu muda. Selancar menjaga fokusnya.
“Kadang-kadang ibu gadis-gadis itu tidak punya uang untuk menyekolahkan mereka, sehingga mereka berpaling ke laki-laki yang bisa memberi uang,” kata KK. Para lelaki itu mungkin mengharapkan hubungan seksual sebagai imbalan dan meninggalkan mereka setelah hamil. Para gadis itu pun berakhir di jalanan.
Ibunya tidak pernah punya banyak uang. Tetapi, berkat keahlian dan ketekunannya, KK mendapatkan penghasilan sendiri dan tidak pernah membutuhkan bantuan dari laki-laki. Dia bekerja di dapur salah satu restoran di pantai dan kadang-kadang menjual kue-kue di pantai. Setiap pagi dia bangun pada pukul enam atau tujuh, berselancar saat ombak bagus datang, kemudian berangkat ke sekolah. Dia belajar sepanjang siang hingga malam, lalu pulang untuk belajar dan memasak makan malam. KK membantu ibunya dengan memberikan sebagian penghasilannya.
Pada suatu Sabtu siang di bulan Juli, saya menyaksikan KK melakukan peregangan di pasir Pantai Bureh yang panas, sebelum melompat dengan berani menggunakan papan selancarnya ke ombak berbuih di laut berwarna pirus. Dia mengayuh dan mengapung, dengan sabar menanti ombak tinggi datang. Anak-anak lelaki melompat ke ombak kecil dan terlempar ke pantai. Seorang remaja kerempeng membuat tanda salib sebelum menyelam. KK berseru senang saat jatuh dari ombak yang pecah.
KK ingin membuat papan selancarnya sendiri. Suatu hari nanti dia berharap bisa membuka toko untuk menjual papan-papan itu dan mendirikan sekolah selancar. “Saya ingin mengajari anak-anak perempuan lain,” ujarnya.
Sementara ini dia masih berselancar beberapa kali seminggu, terutama saat musim hujan, ketika ombak bisa mencapai ketinggian hampir dua meter. KK masih menyempurnakan tekniknya. Dia percaya bahwa jika dia cukup mahir berselancar, dia akan bisa berkarier di bidang ini. Dia juga bercita-cita menjadi dokter atau akuntan, tetapi dia meragukan kesiapan kuliahnya. Para guru kadang-kadang kurang perhatian, dan dia kesulitan membaca.
“Kalau saya menekuni selancar, mungkin suatu hari nanti seseorang akan mendatangi klub, melihat saya, dan memilih (untuk mensponsori) saya,” ujarnya. “Dengan cara itu, saya akan selalu bisa menyokong keluarga saya.”