Dulu dia sangat menyayangi peliharaannya. Saat itu, seperti halnya kebanyakan pemilik peliharaan, dia yakin bahwa hewan itu juga menyayanginya. Dan dalam anggapannya, memiliki koleksi hewan yang banyak membuatnya istimewa. "Tetapi saya keliru," katanya. "Dahulu saya yakin tidak ada binatang yang tidak bisa saya jinakkan, tidak ada hewan yang tidak dapat saya latih, dan bahwa hewan yang hidup di rumah saya mendapatkan perawatan terbaik." Waham itu, timbul dari hasrat mendalam untuk berkumpul dengan hewan liar, tidak hilang sekalipun tidak punya peliharaan lagi. Setiap kali ikut dalam penyelamatan, dia harus menahan diri agar tidak membawa pulang hewan tersebut.
!break!"Saya mencoba membatasi kontak dengan hewan yang diselamatkan," jelas Harrison, "karena kecanduan saya bisa kambuh kapan saja." Negara bagian Ohio menjadi pusat ajang perdebatan kepemilikan hewan eksotis, berikut alasannya: Pada Oktober 2011, di luar kota Zanesville, di Muskingum County, seorang pria bernama Terry Thompson melepaskan 50 hewan liar, termasuk singa dan harimau, dari kandangnya sebelum melakukan bunuh diri. Polisi setempat terpaksa menembak sebagian besar hewan tersebut, yang masuk ke jalan raya, berkeliaran di permukiman, dan membahayakan keselamatan masyarakat.
Sebelum insiden Zanesville, Ohio adalah salah satu dari segelintir negara bagian yang tidak mewajibkan izin untuk memelihara hewan liar atau eksotis. Tragedi Zanesville menyadarkan warga Ohio. Sebagai tanggapan atas protes terhadap banyaknya bangkai hewan yang bergelimpangan di dekat rumah Thompson, gubernur Ohio menurunkan perintah untuk menindak tegas lelang hewan tanpa izin. Negara bagian itu sekarang mewajibkan pemilik "binatang eksotis yang berbahaya" untuk memiliki izin, menanam microchip pada hewan peliharaannya, berkonsultasi dengan dokter hewan secara berkala, serta membeli asuransi. "Saya tidak mampu membeli asuransi," kata Flores, jadi dia menyerahkan macannya ke suaka terakreditasi, persis seperti yang diinginkan pihak pemerintah. "Hewan-hewan tersebut memang indah, tetapi jangan salah menduga," kata Flores, "saya cukup waras untuk tidak pernah masuk ke dalam kandangnya. Paling cuma mengelusnya melalui jeruji. Itu saja."
Sheriff Matthew Lutz adalah orang yang memerintahkan untuk menembak hewan buas yang dilepaskan dari kandangnya oleh Thompson itu. Insiden itu terus menghantuinya. Dia bergabung dengan aktivis hak binatang yang melobi selama bertahun-tahun, tetapi belum membuahkan hasil sejauh ini, agar disusun hukum federal yang melarang kepemilikan dan penangkaran macan kecuali oleh kebun binatang dan fasilitas terdaftar lainnya.
Sebagaimana halnya Rush, banyak pemilik hewan peliharaan eksotis dan penangkar perorangan yang menyatakan bahwa mereka terdorong oleh keinginan untuk melestarikan dan melindungi spesies langka. "Perubahan iklim dan pertumbuhan populasi manusia bisa memunahkan suatu spesies dalam waktu singkat, jadi adanya populasi cadangan merupakan gagasan yang bagus," kata Lynn Culver, penangkar macan swasta dan direktur eksekutif Feline Conservation Federation yang berpendapat bahwa "semua orang yang mampu memelihara hewan dengan baik semestinya diperbolehkan melakukannya."
Tetapi kelompok advokasi seperti Born Free USA dan World Wildlife Fund menyatakan bahwa penangkaran satwa langka oleh pribadi—baik untuk tujuan komersial, konservasi, maupun pendidikan—hanya melanggengkan pasar hewan eksotis yang menggiurkan. Dan hal itu, pada akhirnya, menimbulkan risiko yang lebih besar bagi hewan yang masih hidup di habitat alaminya. Upaya pelestarian harus terfokus pada perlindungan hewan di alam liar, tegas mereka, bukan melestarikan hewan hasil perkawinan sedarah yang ada di kebun binatang pribadi.
Jika undang-undang federal disahkan, pelanggar bisa dikenai hukuman denda dan penjara, serta penyitaan hewan peliharaan. Hal itu menyulut kemarahan sebagian pemilik hewan eksotis, yang berpendapat bahwa jumlah insiden yang ditimbulkan hewan peliharaan eksotis sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah orang yang masuk ruang gawat darurat akibat gigitan anjing setiap tahun. "Melarang kepemilikan satwa liar hanya akan meningkatkan jumlah hewan eksotis ilegal yang beredar," kata Zuzana Kukol, yang ikut mendirikan REXANO (Responsible Exotic Animal Ownership) untuk menentang larangan kepemilikan atau penggunaan hewan oleh pribadi.
"Larangan semacam itu tidak akan berhasil. Lihat saja apa yang terjadi pada larangan alkohol dan pelacuran." Kukol dan pendiri lainnya Scott Shoemaker tinggal di lahan seluas 1,5 hektare sekitar satu jam perjalanan dari Death Valley, di negara bagian Nevada. Mereka memiliki dua bobcat, dua singa Afrika, dua puma, empat harimau, satu serval, dan satu ocelot. Mereka berargumen bahwa kepemilikan satwa liar selalu ada sepanjang sejarah dan di semua budaya—"oleh penguasa, raja, biksu, kaum pengembara, dan petani"—dan menekankan bahwa sebagian besar pemilik saat ini memperlakukan hewan dengan baik dan menjaganya agar tidak mencelakai orang.
Ketika membicarakan soal risiko dan penanganannya, pendapatnya sangat jelas: "Saya mending mati dibunuh singa daripada ditabrak pengemudi mabuk." Masyarakat setempat, termasuk petani, menyumbangkan sapi dan kuda mereka yang sakit kepada pasangan ini. Shoemaker membunuhnya dengan tembakan ke kepala, lalu memotong-motongnya dan memberikannya kepada kawanan hewan tersebut, termasuk hewan kesayangan Kukol, singa jantan Afrika yang bernama Bam Bam.
Kukol memang selalu lebih menyukai hewan daripada manusia. "Sejak masih kecil, saya ingin selalu berada di tengah binatang," katanya. "Saya juga tidak ingin menjadi seorang ibu." Harus diakui bahwa bahkan di negara bagian tempat kepemilikan satwa liar jelas-jelas dilarang pun, hukum tersebut tidak ditegakkan dengan baik. Pasar hewan eksotis sangat ramai sehingga agak keliru kalau disebut kegiatan bawah tanah. "Yang terparah adalah kebun binatang harimau yang menghasilkan 200 anak harimau setiap tahun sehingga semua orang dapat berfoto bersamanya," kata Carole Baskin dari Big Cat Rescue, salah satu suaka terakreditasi.
!break!Pada lelang nan ramai yang diadakan di lapangan tanah atau tempat parkir beraspal, pelelang mengangkat tengkuk anak harimau menggemaskan atau menampilkan simpanse kecil bertopi bisbol dan T- shirt yang bertuliskan, "Saya (♥) kamu." Sayangnya orang tidak menyadari bahwa anak harimau menggemaskan tersebut akan tumbuh dengan cepat dan tidak bisa menjadi hewan peliharaan keluarga lagi, dan akhirnya dikurung dalam kandang kawat. Peternak rumahan inilah yang menurut Tim Harrison paling sering berlaku kejam terhadap hewan liar.
Dia pernah menghadiri lelang tempat kandang ditaruh bertumpukan, isinya puma dan macan lainnya, sebagian besar masih bayi; tenda semacam itu penuh dengan orang berkantong tebal; ular dan primata dijual seharga puluhan juta rupiah. Tempat parkir dipenuhi segala jenis kendaraan dari Cadillac kinclong hingga truk berkarat, orang-orang berkerumun untuk melihat dan menyentuh. Para penangkar berdiri untuk meraup miliaran rupiah melalui lelang.