Memelihara Satwa Eksotis

By , Rabu, 28 Januari 2015 | 12:58 WIB

Mereka melatih juru lelang mereka—makelar—untuk memberi tahu calon pembeli bahwa hewan mereka, biasanya masih bayi, tidak berbahaya, dan memang benar. "Masalahnya baru muncul," kata Harrison, "ketika hewan itu mencapai kematangan seksual dan naluri predator alaminya muncul." Ingat Michelle Berk dan kinkajounya? Sebagaimana banyak cerita hewan liar lainnya, kisah Winnie pun berakhir menyedihkan.

Selama bertahun-tahun kinkajou itu hidup damai bersama Berk, tetapi ketika masa suburnya tiba, perilakunya berubah. Dia berusaha menggigit ekornya sendiri, sementara Berk dan keluarganya melindungi diri sambil berusaha menghentikan kinkajou itu melukai dirinya sendiri. Setelah kejadian itu Berk menyerahkan Winnie ke suaka margasatwa. "Rasanya seperti kehilangan anak. Dia selalu kami anggap sebagai bayi kami. Sekarang dia pindah ke tempat dia bisa menjadi kinkajou seutuhnya," kata Berk, yang tampaknya sudah menerima keputusan tersebut.

!break!

"Saya kini menyadari bahwa Winnie tidak pernah benar-benar membutuhkan kami. Dia tidak perlu menjadi hewan peliharaan kami. Dia tidak perlu dikurung. Kami memeliharanya karena kami yang membutuhkannya." Jadi, memang bahwa saat masih bayi hewan tidak berbahaya, tetapi tidak berarti dia akan jinak selamanya. Di antara semua mamalia darat besar yang ada di planet ini, hanya belasan yang berhasil dijinakkan.

Mau sedekat atau sebiasa apa pun hewan liar dengan kehadiran manusia, naluri liarnya masih tetap ada. Argumen menentang kepemilikan hewan peliharaan eksotis yang biasa digunakan pendukung hak hewan adalah bahaya makhluk tersebut terhadap manusia; sementara pemilik hewan liar menekankan hak kebebasan berkehendak, termasuk untuk memiliki hewan eksotis. Perdebatan terus berlarut, tetapi yang biasanya luput dibahas adalah apa yang terbaik bagi hewan yang dibicarakan. Andai saja kita dapat melihat masalah ini dari sudut pandang hewan tersebut.

Namun, mungkin kita hanya perlu melihat lebih dekat contoh kepemilikan satwa liar yang dianggap paling bertanggung jawab dengan mata kepala sendiri. Sekarang kita kembali ke peternakan milik Leslie-Ann Rush, kanguru masih tertidur bermandi sinar matahari, babi masih menyungkur tanah, pohon pepaya berbuah lebat. Dalam segala hal pekerjaan Rush sungguh mengagumkan. Kandang hewannya selalu bersih. Meskipun membutuhkan biaya besar, semua hewan tersebut hidup berkecukupan.

Dia berkomitmen penuh dan, lebih dari itu, berhasil membangun kehidupan yang membahagiakannya, komunitas makhluk hidup yang saling bergantung, dan ini bukan hal gampang. Seperti kebanyakan pemilik hewan eksotis yang saya wawancarai, Rush tidak percaya bahwa hewan tersebut dapat membahayakan dirinya atau orang lain. "Tidak ada hewan pemangsa di sini," katanya. "Saya bukan pemilik hewan liar semacam itu."

Namun, mungkin masalahnya bukan bahaya terhadap manusia. Seekor kelinci berlari melintasi halaman, pendatang baru, atau mungkin baru terlihat. Babi buncit mengendus dan mendengus. Seekor kanguru dengan malas membuka sebelah mata lalu menutupnya dan tidur lagi. Hanya seekor kanguru paling muda yang tidak tidur, dan tiba-tiba dia terlihat siaga. Telinganya mengarah ke depan dan matanya terlihat memperhatikan sang kelinci. Setelah berdiri dengan kaki belakangnya, dia mengendus kulit totol sang babi yang berjalan melewatinya, kemudian melompat ke belakang sang babi, merendahkan hidungnya untuk mengendus bau dubur babi tersebut.

!break!

Sang babi berbalik dan menggeram. Kanguru termuda yang belum dikebiri ini tampaknya tidak memahami arti geraman tersebut—sangat dimaklumi, mengingat dia diajari untuk memahami bahasa manusia bukan bahasa hewan—dan terus mengejar sang babi, yang berlari semakin kencang. Kanguru itu mengejar dengan semakin bersemangat, mencoba membuahi sang babi. "Lihat!" kata Rush. "Mereka bermain!" Tapi kedua hewan itu tidak terlihat seperti sedang bermain. Geraman babi semakin garang.

Tiba-tiba, di kandang yang terlihat damai itu, terlihat serangkaian kesalahpahaman. Meskipun bagi saya jelas bahwa kanguru itu berusaha mengawini sang babi, Rush kemudian memberi tahu saya bahwa itu cuma cara si kanguru untuk menunjukkan perhatian. Yang mana pun yang sebenarnya terjadi, sang babi jelas tidak menyukai hal tersebut dan kabur secepatnya dengan kaki pendeknya. Tentu saja kanguru tidak dapat membuahi babi buncit Vietnam. Namun di sini, di dalam kandang kawat ini, terjadi perubahan tatanan alam.

Adam Roberts dari Born Free USA mengatakan misi organisasinya adalah untuk melestarikan margasatwa di alam liar, tempatnya yang seharusnya. Ketika manusia menjadikan hewan yang seharusnya liar sebagai peliharaan, kita mengubahnya menjadi sesuatu yang liar tidak jinak pun tidak, sesuatu yang tidak punya tempat di alam ini. Dalam buku anak terkenal Where the Wild Things Are, seorang bocah berlayar ke sebuah pulau tempat dia menari bersama monster yang tercipta dari imajinasinya. Pada akhirnya yang kita pelajari dari kepemilikan hewan peliharaan eksotis adalah bahwa ketika kita memindahkan hewan liar dari alamnya, kita menghilangkan sifat sejatinya dan menggantinya dengan fantasi—fantasi milik kita, manusia, makhluk yang paling jinak sekaligus paling liar di dunia.

[keterangan gambar-h.99] Pada 2011 Terry Thompson melepaskan 50 hewan peliharaan eksotisnya dari kandang lalu bunuh diri. Polisi menembak mati hewan tersebut di luar kota Zanesville, Ohio. Pada saat itu Ohio belum mewajibkan izin untuk kepemilikan hewan peliharaan eksotis.

---

Lauren Slater adalah penulis The $60,000 Dog: My Life With Animals. Vince Musi sering memotret hewan, baik peliharaan maupun di alam liar.