Tersihir Sripanggung Berselendang Hijau

By , Rabu, 23 Maret 2016 | 06:00 WIB

Saat dalam perjalanan menjemput seorang teman, tiba-tiba teman saya berteriak dari dalam mobil yang sedang melaju. Dia menunjuk penampakan penari berselendang hijau di langit malam. Aurora Borealis! Namun, ketika saya mencarinya di kelamnya malam, saya tidak berhasil menerkanya.

Sesampainya di rumah teman, kami turun dari mobil untuk melihat ke angkasa. Saya mencoba mencari apa yang dilihat oleh teman saya tadi. Namun, saya hanya melihat awan dan bintang-bintang. “Itu loh Mi!” ujar Winna Torvik sembari mengarahkan senter sorotnya ke angkasa.

Ahhh iya! Mata saya mulai menyesuaikan dan mulai terbiasa melihatnya. Tetapi, penampakan aurora tidak begitu jelas—tak sejelas foto-foto yang saya lihat di internet.

Patty mulai mengecek kekuatan aurora di aplikasi gawai cerdasnya lewat Aurora Forecast. Kabar yang dia peroleh, kekuatan aurora akan semakin kuat. Sekejap, kami berempat berkendara dengan mobil ke Pulau Kveøya. Salah satu kiat untuk menangkap pesona Aurora Borealis memang harus pergi ke daerah yang gelap gulita, terbebas dari polusi lampu kota.

Kami melewati jembatan penghubung antara Pulau Hinnøya dan Pulau Kveøya. Setelah menyeberang, kendaraan membawa kami hingga ujung pulau. Kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuruni lembah hingga ke Pantai Øynesfjære. Menempuh hutan dengan jalan penuh salju yang licin. Kami juga harus waspada bila ada moose atau rusa kutub besar yang kadang berkeliaran di kawasan ini.

Saya bersama Patty, Winna, dan Debby mencapai tempat yang strategis untuk melihat aurora secara jelas. Kami mulai memasang kamera dan duduk manis menyaksikan sang diva menari di antara bintang-bintang di langit. Sungguh cantik dan gemulai tarian sang primadona dari utara ini. Tak henti-hentinya bibir ini menyerukan kekaguman akan keindahan Aurora Borealis. Sosoknya hijau memanjang di langit, hingga hampir mencapai daratan. Setiap detik gerakannya selalu berubah-ubah, kadang diselingi warna ungu. Gerakannya bak selendang, tidak bergeming di satu tempat. Kadang di sisi utara, lalu hilang sesaat, dan tiba-tiba muncul lagi di sisi selatan. Kemudian, dia memanjang dan berubah ke arah barat. Bahkan, saya menyaksikan sang penari berselendang hijau itu membelah diri menjadi dua penari yang saling berhadapan. Kadang, aurora menyebar hampir menutupi sebagian langit. Sungguh menakjubkan fenomena alam dari utara ini.

Aurora tercipta karena miliaran partikel energi yang dilontarkan Matahari dengan kecepatan tinggi hingga 800 kilometer per detik dalam pancaran cahaya. Pancaran ini biasa disebut “angin surya” atau “solar wind” yang terbentuk karena ledakan besar di permukaan matahari (Coronal Mass Ejection ).

Setelah melalui perjalanan ke Bumi selama dua sampai tiga hari, partikel Matahari dan medan magnet Bumi itu saling bertumbukan sehingga menyebabkan pelepasan partikel yang sudah terjebak di dekat bumi. Kemudian, partikel yang terjebak tadi memicu reaksi di bagian ionosfer tempat molekul oksigen dan nitrogen bereaksi dan melepaskan foton cahaya. Foton cahaya inilah yang kita lihat sebagai cahaya terang yang menari-nari di langit, yang kita juluki aurora.

Saya sungguh beruntung, tanpa harus menunggu selama seminggu untuk bisa menyaksikannya. Faktor keberuntungan sangat berperan—selain cuaca, kekuatan magnetik matahari, lokasi, dan waktu.

Malam berikutnya kami masih menyaksikan sang penari berselendang hijau beraksi di Gunung Aunfjellet. Tarian memesona yang diselingi warna lain. Imajinasi saya terbang bersama petualangan alam di bumi utara. Warga Norwegia  mengungkapkan kesempatan ini sebagai “uforglemmelige opplevelser”—pengalaman yang tidak terlupakan!

--------

MIMI CHAMPY Ibu rumah tangga dengan dua orang putra. Gemar melancong, memotret, dan blogging. Perempuan asal Indonesia ini berdomilisili Sancerre, kota penghasil anggur putih di Prancis.