Mengurai Bahara Citarum

By , Rabu, 23 Maret 2016 | 17:36 WIB

Makin modern, makin cerdas, manusia justru mencampakkan Citarum di titik nadir.Beban yang tiada terperi itu membuat daya dukung Citarum makin berantakan. Dalam dua dekade belakangan, aliran terpanjang di Jawa Barat ini ditetapkan sebagai salah satu daerah aliran sungai super-prioritas di Indonesia.  Upaya penyelamatan digelar di kawasan-kawasan konservasi di wilayah hulu.

Hari terang tanah. Serombongan ibu-ibu menghambur masuk ke situs Candi Blandongan. Ibu-ibu berbaju warna-warni itu riang ria.Kendati telah paruh baya, suara mereka‘cetar membahana’. Satu-dua orang mendekati anak tangga candi, lalu berfoto-diridengan gawainya. Lantaran terlalu ceria, mereka sejenak tak sadar usia.

Sengatan matahari menyadarkan mereka mencari-cari tempat bernaung. Tahu gelagat itu, Sunarto yang rehat di teratak, mengajak kaum ibu itu singgah. Dalam sekejap, salah seorang pengelola situs Batujaya itu dikelilingi para ibu.Teratak mendadak sesak.

Kepada Sunarto, mereka bertanya ihwal candi yang berdiri di Desa Segaran, Batujaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, itu.Kawasan situs candi Batujaya terbentang lima kilometer persegi, tersebar di sela-sela persawahan.Sebelum ditemukan,masyarakat sekitar menyebut situs-situs itu sebagai unur atau tanah tinggi. “Itu karena tanahnya lebih tinggi dari persawahan,” jelasnya. “Kalau di Cibuaya sana disebut lemah dhuwur.”Dia mengimbuhkan bahwa Candi Blandongan adalah yang terbesar dan terlengkap dikawasan situs Batujaya.

Denah candi ini berbentuk bujur sangkar. Di empat sisi kaki candi terdapat tangga dan pintu masuk menuju selasar. Lantai selasar dilapisi beton stuko. Pinggiran lantai selasar di empat sisi dibatasi pagar langkan yang tidak dapat diketahui lagi tinggi aslinya, karena bagian atasnya sudah roboh.

Para pakar arkeologi memandang Candi Blandongan punya keunikan ketimbang candi-candi lain di Indonesia. Keunikannya, ada perpaduan dengan konstruksi kayu. Pada lantai selasar, antara badan candi dan pagar langkan, terdapat 12 umpak batu yang dipasang secara teratur berderet pada jarak yang sama. Umpak batu ini diperkirakan untuk menopang tiang-tiang cungkup yang menaungi stupa puncak badan candi. Para peneliti juga menemukan fitur bekas pintu masuk di empat sisi dan fitur kusen jendela lubang angin pada pagar langkan di sisi timur laut dan barat daya.

Penelitian mengungkap kompleks percandian Batujaya dibangun pada masa Kerajaan Tarumanegara dalam dua fase. Hasan Djafar dalam bukunya ‘Kompleks Percandian Batujaya’ menyatakan fase pertama sekitar abad ke-6 dan ke-7, dan fase kedua abad ke-8 dan ke-10. “Fase kedua merupakan fase pendudukan Tarumanegara oleh Sriwijaya,” catat Hasan.

Bangunan candi dari fase pertama telah tertutup oleh bangunan yang sekarang ini terlihat. Dari keteduhan teratak, telunjuk Sunarto menuding kaki Candi Blandongan yang terbuka, yang menyingkap sisa-sisa bangunan fase pertama. “Menurut para peneliti, pembangunan candi yang kedua tidak merusak candi yang lama,” tutur Sunarto, “tapi, didirikan dengan menutupi bangunan pertama.”

Dengan demikian,setakat ini, situs Batujaya merupakan kompleks candi Buddha yang tertua di Jawa, yang mulai dibangun pada masa abad ke-6 dan ke-7.!break!

Namun peradaban yang pernah berkembang di tepian Sungai Citarum ini  mungkin jauh lebih tua. Pada 2014, tak jauh dari Candi Blandongan, ditemukan tiga kerangka manusia. Temuan ini mengukuhkan dugaan bahwa Batujaya menjadi pusat pemujaan pada masa transisi dari zaman prasejarah ke sejarah. Sunarto berkisah, para peneliti menduga kompleks candi didirikan di daerah yang memang sejak dahulu menjadi pusat kepercayaan lama.

Sebelumnya, pada 2004-2005, juga ditemukan ‎tujuh kerangka manusia di dekat unur Lempeng. Setelah itu, ada lima rangka manusia di seputar kawasan Batujaya. Sekurangnya ada 15 kerangka yang pernah ditemukan di situs ini. “Jasad-jasad itu ditemukan bersama gerabah dan senjata sebagai bekal kubur,” terang Sunarto dengan kesabaran bak pemandu.

Penemuan kerangka manusia dan bekal kubur menunjukkan kehidupan di sekitar muara Sungai Citarumini terjadi pada masa transisi zaman prasejarah dan sejarah.Di antara bekal kubur ditemukan tembikar India Selatan, dari kota pelabuhan kuna Arikamedu, kira-kiradari abad ke-2 hingga ke-4. Ini menunjukkan adanya kontak antara orang India dengan masyarakat pesisir di pantai utara Jawa Barat pada masa akhir prasejarah.Tak mengherankan, terbersit dugaan adanya pelabuhan kuna di seputar Batujaya.

Peradaban masa silam di daerah aliran sungai Citarum membuktikan manusia Nusantara telah cakap menerapkan teknologi sejak masa awalsejarah. Kompleks candi Batujaya terletak di utara hulu Sungai Citarum di wilayah pesisir utara Karawang, Jawa Barat.