Umat manusia telah menyingkirkan aneka hidupan liar di dataran rendah. Harapan kelestarian flora-fauna kini ada di hutan hujan pegunungan di kawasan konservasi di hulu Citarum.
Macan tutul itu berjalan gontai di hutan Cagar Alam Gunung Tilu. Di bawah hutan yang redup, bercak-bercak hitam di sekujur tubuhnya makin menyamarkan keberadaan satwa pemangsa ini. Dari sebingkai foto, Erwin Wilianto memperlihatkan satwa bernama ilmiah Panthera pardus melasitu hidup liar di cagar alam.
Untuk merekam sang pemangsa, Erwin memasang perangkap kamera. Ini untuk menelisikmacan tutul di tujuh kawasan konservasi dalam cakupanCitarum Watershed Management and Biodiversity Conservation (CWMBC).
Kamera jebak dipasang lantaran tidak mudah mengamati binatang liar ini. Yang jelas, ia juga buas: bertaring tajam dengan tatapan mata yang meruntuhkan nyali. Jadi, tak ada cara lain selain menebar perangkap kamera.
Kamera hanyaberhasil merekam macan tutul di dua kawasan: Gunung Tilu dan Gunung Burangrang.Erwin menuturkan inventarisasi dilakukan dengan metode deteksi - nondeteksi dan metode non-invasive memakai perangkap kamera. “Penentuan titik pengamatandengan cara mencari lokasi yangpunyapeluang deteksi tinggi,” jelas Erwin yang bergabung dalam tim kajian keanekaragaman hayati CWMBC.
“Peluang makin tinggi bila kamera dipasang di jalur yang terbuka.Biasanya, macan tutul memilih melewati jalur yang bersih. Ia tidak melalui semak rimbun dan jalan yang tertutup.” Erwin juga menelisik tanda-tanda lain kehadiran macan tutul: cakaran di pohon ataupun kotoran.Di tempat-tempatberjejak itu, tak jarangsang macan akan kembali.
“Cakaran di pohon dan faeces biasanya digunakan untuk menandai teritori. Jika survei dilakukan kala kemarau, sumber air menjadi salah satu titik untuk mendeteksi macan tutul dan mamalia besar lainnya.”
Proses panjang survei macan tutul itu sebagai bagian dari upaya Komponen 1 menelisik keanekaragaman hayati di kawasan konservasi di hulu DAS Citarum. Tujuannya untuk memperbaharui data dasar spesies, mulai tumbuhan, mamalia, burung, herpetofauna, serangga sampai biota aquatik.
Data itu pentinguntuk mendukung Balai Besar KSDA Jawa Barat dalam mengelola kawasan konservasi di DAS Citarum. Berbekal sederet daftar spesies flora-fauna, tim Komponen 1 akan menyaring spesies yang perlu perhatian, yang endemik, dan yang terancam punah di setiap kawasan. Ini sebagai ikhtiar untuk menentukan spesies prioritas yang akan menjadi target pengelolaan. Sebagai bekal pengelolaan ke depan, Komponen 1 juga akan mengembangkan petak contoh tetap (permanent sample plot) sebagai tapak untuk pemantauan dan pengelolaan.
Pemangsa kelas atas itu punya dua varian warna tubuh: terang dan gelap. Yang bertubuh terang disebut macan tutul, yang gelapdijulukimacan kumbang. Kendati berbeda warna, keduanya merupakan spesies yang sama. Macan tutul memang mengidap melanisme: pigmen hitam menyelimuti tubuhnya. Meskihitam, bercak tutul macan kumbang masih terlihat samar-samar.
Pada sebuah foto yang lain, seekor macan kumbang terlihat sedang berdiri, seolah ingin meraih sesuatu di batang pohon. Warnanya yang gelap makin membuat satwa ini terlihat garang.
Predator yang berperan penting di alam liarini nasibnya sedang malang: habitatnya tergerus dan terus berkonflik dengan manusia. Kehidupannyadi belantara Jawa mengalami tekanan, terutama perubahan hutan menjadi fungsi lain—pertanian, perkebunan. Padahal, hutan-hutan itumenjadi tempat berdiam si macan.
Macan tutul sebenarnya memiliki daya adaptasi yang tinggi. Artinya, ia mampu sintas di alam yang terus berubah.Hutan pegunungan di Jawa Barat, yang juga berstatus sebagai kawasan konservasi, adalah benteng terakhir bagi habitat macan tutul. “Atau, lebih tepatnya tempat perlindungan terakhir bagi mangsa-mangsa macan tutul,” lanjutnya.