Berbekal setumpuk data dan sederet spesies prioritas, tim Komponen 1 memberikan pengetahuan baru tentangpotensi keanekaragaman hayati di huluDAS Citarum. Data dasar ini sebagai salah satu fondasi dalam pengelolaan kawasan jangka panjang, seperti penelitian, pemetaan, pemantauan spesies penting. Potensi kekayaan hayati ini sekaligus untuk meneguhkan strategi pengelolaan kawasan dengan melibatkan berbagai pihak—semisal PT Perhutani,yang bersinggungan langsungdengan kawasan.
Terlebih lagi, kekayaan hayati juga menjadi salah satu aspekpertimbangan dalam penataan blok (atau zona) kawasan. Hasil akhir penataan blok untuk memastikan manfaat kawasan konservasi lebih optimal dan lestari. Lantaran itulah, pada kawasan konservasi yang belum tertata, sebaiknya tidak dilakukan pengembangan dan pemanfaatan, kecuali tindakan perlindungan dan pengamanan.
Selain potensi keanekaragaman hayati, penataaan blok juga menimbang tingkat interaksi kawasan konservasi denganmasyarakat.Dengan begitu, penetapan blok dilakukan secara adaptif, sesuai potensi dan kebutuhan pengelolaan. Artinya:pembagian bloktidak harus selalu sama dan lengkap di setiap kawasankonservasi.
Seiring dengan dinamika populasi dan sebaran spesies prioritas, penentuan blok tentu saja tidak bersifat permanen. Tata blok cenderung bersifatdinamis seiring berkembangnyapengelolaan kawasan, potensi, dan interaksinya dengan masyarakat. Secara ringkas, penataanblok selayaknya ditinjau ulang setiaptiga sampai limatahun.
Tujuh kawasan konservasi yang berada dalam daerah aliran sungai Citarum memiliki fungsi yang berbeda. Ada cagar alam, ada taman wisata alam, ada taman buru. Penataan blok sudah pastimenakar fungsi setiap kawasan.Kawasan cagar alam—seperti Gunung Tilu, Tangkuban Perahu, Gunung Burangrang, dan Kawah Kamojang—ditetapkan murni untuk pelestarian alam: pemantauan gejala alam, perlindungan ekosistem danisinya. Fungsinya lebih untuk pengawetan keanekaragaman hayati, perlindungan penyangga kehidupan, serta penelitian dan pendidikan. Pendek kata, cagar alam punya derajat perlindungan dan pengawetan yang paling ketat.
Untuk taman wisata alam, penetapannya lazim sebagai lokasi ekowisata. Hanya saja, taman wisata alam juga tak luput dari fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan flora-fauna dan keunikan alam. Tujuan pengelolaan taman wisata alam untuk menjamin kelestarian kawasan, penelitian, pendidikan, dan pendayagunaan plasma nutfah.
Untuk itu, tingkat pemanfaatan di taman wisata alam lebih longgar ketimbang cagar alam. Pada prinsipnya, pengelolaan taman wisata alam tidak mengurangi luas dan merubah fungsi kawasan.
Sedangkan taman buru lebih untuk perburuan satwa (game) secara teratur, tanpa mengabaikan perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati. Tujuan pengelolaannya: mengelola habitat dan potensi satwa buru.
Secara prinsip, pengelolaan taman buru untuk memanfaatkan kekayaan satwa buruan. Sehingga,kawasan ini lazim dibagi dalam blok perlindungan dan pemanfaatan. Blok perlindungan untuk mengelola habitat dan merawat populasi satwa buruan.
Setelah melewati sejumlah tahap, mulai dari penentuan jenis blok, kriteria, hingga tujuan peruntukannya, terciptalah blok-blok di tujuh kawasan konservasi. Rancangan blok ini memakai teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis, dan menimbangpotensi kawasan dan penutupan hutan tahun 2013.
Kawasan Cagar Alam Gunung Burangrang tertata dalam tiga blok: perlindungan, pemanfaatan dan rehabilitasi. Porsi terbesar adalah blok perlindungan, sekitar 80 persen luas kawasan.Blok ini untuk memantau spesies penting: macan tutul, owa jawa, elang jawa dan julang emas.!break!
Sementara blok pemanfaatan, sekitar 19 persen luas cagar, untuk lokasisarana dan prasarana pemantauan danpenelitian. Dan blok rehabilitasi, tak sampai1 persen luas cagar, untuk upaya pemulihan ekosistem.