Perkiraan konsimsi itu menyertakan data produksi alkohol, data pajak dan penjualan, survei dan pendapat terkait konsumi yang tidak tercatat, dan data konsumsi turis. Lalu. menggabungkannya dengan perkiraan kanker baru pada 2020, yang berhubungan dengan konsumsi alkohol, tulis para peneliti dalam laporan.
Mereka membagi tiga golongan konsumsi alkohol, yakni moderat, berisiko, dan berat. Pada golongan yang bersiko adalah konsumen alkohol yang minum 20 hingga 60 gram per hari, atau dua dan enam minuman beralkohol tiap harinya. Lebih dari itu, sudah termasuk peminum berat.
Kelompok berisiko dan yang berat meneybabkan kasus kanker masing-masing 39 persen dan 47 persen. Tetapi meski demikian dalam jumlah moderat juga menyumbang kasus, yakni 14 persen dari semua kasus yang disebabkan alkohol.
Baca Juga: Maximón, Santo Perokok dan Peminum Alkohol yang Dihormati di Guatemala
“Kita sangat perlu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara konsumsi alkohol dan risiko kanker di antara pembuat kebijakan dan masyarakat umum," imbau Hurriet Rumgay, penulis pertama studi dari International Agency for Research on Cancer, Lyon, Prancis.
"Strategi kesehatan masyarakat, seperti mengurangi ketersediaan alkohol, memberi label produk alkohol dengan peringatan kesehatan, dan larangan pemasaran dapat mengurangi tingkat alkohol yang memicu kanker."
Rumgay merujuk pada sistem penetapan harga dan kebijakan pajak bisa menyebabkan penurunan asupan alkohol, termasuk pada cukai dan satuan harga minimum. Sistem seperti itu sudah terapkan di Eropa yang mengalami penurunan asupan, dan bisa diterapak di kawasan negara lain.
Berdasarkan segi wilayah di dunia, Asia Timur, Eropa Tengah dan Timur adalah yang terbesar memiliki proporsi kasus kanker akibat alkohol. Diperkirakan ada enam persen orang yang mengalami kanker karena konsumsi alkohol di kawasan tersebut.
Sedangkan yang terendah adalah Afrika Barat dan Asia Barat, keduanya berada di bawah satu persen.
Baca Juga: Bukan Roti, Nenek Moyang Manusia Mengolah Gandum untuk Membuat Bir