Mutiara Tersembunyi Di Teluk Tomini

By , Kamis, 18 Mei 2017 | 15:46 WIB

Perahu fiber kuning yang kami tumpangi bergerak perlahan membelah ombak, meninggalkan dermaga me­nyusur perairan yang mengelilingi se­me­nan­jung. Air yang keruh dan dangkal mulai berganti dengan jernihnya laut. Di balik permukaan air yang berkilauan tertimpa sinar matahari, warna-warni karang bagai melambai-lambai me­nyambut kami. Inilah Sakau Point, salah satu titik penyelaman andalan di perairan Bolaang Mongondow Selatan.

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, atau kerap disebut Bolsel, memang jarang terdengar di telinga. Bolsel adalah salah satu kabupaten yang terletak di pesisir Teluk Tomini, Sulawesi Utara. Bila mendengar Sulawesi Utara, para penggiat olahraga selam umumnya langsung teringat akan Taman Laut Bunaken atau Selat Lembeh.

Tertarik oleh kisah salah satu kerabat di Gorontalo mengenai pengalamannya be­renang dengan sekumpulan barakuda yang kerap bergerombol dalam jumlah amat banyak dan berenang berpusar bagai tornado, kami berenam berangkat dari Jakarta untuk mengadakan pengembaraan penyelaman (safari diving) di Bolsel.

Dari Gorontalo, perjalanan menuju tempat ini memakan waktu kurang lebih dua setengah jam dengan menggunakan kendaraan darat. Sepanjang perjalanan di Trans Sulawesi, kita dapat menikmati hamparan pantai Teluk Tomini.

Salah satu tempat wisata yang bisa kita sambangi dalam perjalanan adalah air terjun Taludaa. Nama ini berasal dari Desa Taludaa, Bone Bolango. Air terjun ini terletak sekitar dua kilometer dari jalan utama, yang dapat dicapai dengan kendaraan dan dilanjutkan dengan berjalan kaki menyusur sungai jernih selama sekitar 20 menit. Dengan ketinggian kurang lebih 40 meter, air terjun Taludaa memberikan kesejukan di tengah panasnya matahari Sulawesi yang sungguh menyengat.

Dentuman Lion Corner

Pada hari pertama, setelah terguncang-guncang di dalam mobil yang melaju di jalanan yang berliku menelusuri perbukitan, mobil akhirnya membawa kami berbelok ke kanan memasuki sebuah permukiman. Di balik kaca jendela, saya melihat sebuah plang di tepian jalan bertuliskan Kampung Lion. Di tepian kampung inilah kami akan melakukan penyelaman pertama atau check dive. 

Saat mobil perlahan berhenti di ujung kampung, penat badan sekejap hilang ketika birunya laut menghampar di depan mata. Tanpa alas kaki, kami pun bergegas menuju pantai. Pantai-pantai di Bolsel mempunyai ciri khas. Kerikil mulai dari ukuran telur sampai batu sebesar bola sepak ber­serakan di sepanjang pesisir. Sekilas mirip dengan pe­mandangan Pantai Tulamben di utara Pulau Bali.

Di tepi pantai, sebuah perahu fiber kuning terombang-ambing dipermainkan alunan laut. “Perahu itu akan meng­antar kita ke spot penyelaman,” ujar Budi Satria, kawan lama yang sebelumnya berkisah soal barakuda, sekaligus penyelam pemandu dari SADIS (Salvador Diving Support), operator penyelaman yang berbasis di Gorontalo.

Tak sabar untuk melakukan penyelaman, kami segera menyiapkan tabung-tabung dan peralatan selam. Beberapa pasang mata mungil menatap kami. Anak-anak penghuni kampung berkumpul mengerumuni, penasaran ingin melihat aktivitas yang jarang mereka saksikan.

Titik penyelaman di Kampung Lion terletak di ujung sebuah semenanjung yang disebut Lion Corner. Karakteristik tempat penyelaman ini adalah tebing atau wall,dengan kondisi arus yang cukup kuat. Ikan-ikan besar dapat dijumpai di sini, seperti barakuda, napoleon, dan tuna.

Tak lama, perahu fiber kuning yang kami naiki segera melaju menuju ujung tanjung yang berjarak sekitar lima menit dari bibir pantai. Perlahan, bebatuan pantai berganti dengan kerapatan terumbu karang di kedalaman. Para penyelam pun mulai memasuki Lion Corner satu demi satu.

Kami mengayuh fins pada  kedalaman 20 hingga 25 meter, menyusuri tebing di bagian kiri semenanjung. Segerombolan rainbow runner atau ikan salem yang melintas, menjadi pertunjukan pembuka pada penyelaman pertama kami.