Kenapa Sungai Nil Bernilai Sangat Penting bagi Peradaban Mesir Kuno?

By Utomo Priyambodo, Kamis, 15 Juli 2021 | 18:05 WIB
Sungai Nil memiliki pengaruh besar pada pandangan orang-orang Mesir kuno tentang diri dan dunia mereka, serta membentuk agama dan budaya mereka. (KIMKIM)

 

 

Sungai Nil adalah "garis kehidupan kritis yang benar-benar membawa kehidupan ke padang pasir," seperti yang ditulis Lisa Saladino Haney di situs web Carnegie Museum of Natural History di Pittsburgh.

Haney adalah ahli Mesir kuno sekaligus asisten kurator benda-benda budaya Mesir di museum tersebut. "Tanpa Sungai Nil, tidak akan ada Mesir," tulis Hanye dalam bukunya yang terbit tahun 2012, The Nile.

Nama modern Sungai Nil berasal dari Nelios, kata Yunani untuk lembah sungai. Tetapi orang-orang Mesir kuno menyebutnya Ar atau Aur, yang berarti "hitam". Kata ini mengacu pada sedimen gelap yang kaya yang dibawa oleh air Sungai Nil dari wilayah Tanduk Afrika ke utara dan terendap di Mesir saat sungai itu membanjiri tepiannya setiap tahun di akhir musim panas. Gelombang air dan nutrisi itu mengubah Lembah Nil menjadi lahan pertanian yang produktif, dan memungkinkan peradaban Mesir berkembang di tengah gurun.

Lapisan lumpur Lembah Nil yang tebal "mengubah apa yang mungkin merupakan keingintahuan geologis, versi Grand Canyon, menjadi negara pertanian yang padat penduduknya," jelas Barry J. Kemp dalam buku Ancient Egypt: Anatomy of a Civilization.

Baca Juga: Sumber Air Sungai Nil, Misteri yang Terbentang Selama 3.000 Tahun

Wanita dan anak-anak di tepi Sungai Nil. Sungai Nil telah menjadi ciri utama kehidupan di timur laut Afrika selama ribuan tahun. Bahkan hari ini, keluarga datang untuk mengambil air dari tepi sungai, dikelilingi oleh reruntuhan yang ditinggalkan oleh peradaban kuno. (David Boyer/National Geographic)

Sungai Nil adalah titik fokus bagi orang Mesir kuno sehingga kalender mereka memulai tahun dengan bulan pertama banjir. Agama Mesir bahkan memuliakan dewa banjir dan kesuburan, Hapy, yang digambarkan sebagai pria gemuk dengan kulit biru atau hijau.

Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), para petani Mesir kuno adalah salah satu kelompok pertama yang mempraktikkan pertanian dalam skala besar, menanam tanaman pangan seperti gandum dan jelai, serta tanaman industri seperti rami untuk membuat pakaian. Untuk mendapatkan hasil maksimal dari perairan Sungai Nil, para petani Mesir kuno mengembangkan sistem yang disebut irigasi cekungan. Mereka membangun jaringan tepian tanah untuk membentuk cekungan, dan menggali saluran untuk mengalirkan air banjir ke dalam cekungan, di mana air itu akan menggenang selama sebulan sampai tanah jenuh dan siap untuk ditanami.

"Jelas menantang jika tanah tempat Anda membangun rumah dan menanam makanan Anda dibanjiri oleh sebuah sungai setiap bulan Agustus dan September, seperti yang dilakukan Sungai Nil sebelum adanya Bendungan Tinggi Aswan," jelas Arthur Goldschmidt, Jr., seorang pensiunan profesor bidang sejarah Timur Tengah dari Penn State University dan penulis buku A Brief History of Egypt.