Safron, Rempah Termahal di Dunia yang Terdampak Perubahan Iklim

By Fadhil Ramadhan, Rabu, 28 Juli 2021 | 14:00 WIB
Safron terkenal karena fungsinya sebagai bumbu dalam membuat hidangan. Sajian menu yang menggunakan safron terdapat di Spanyol, Iran, dan India. (FREEPIK)

 

Pemalsuan safron kini menjadi masalah, tetapi bukan permasalahan yang besar. Safron crocus tumbuh subur di iklim yang relatif cerah dan kering. Namun, perubahan iklim yang kini sedang terjadi memberikan dampak negatif pada pertumbuhannya. Dilaporkan bahwa di Kashmir, tanaman safron mengalami kerusakan yang disebabkan oleh curah hujan ekstrem, juga kekeringan yang berlebihan, dalam beberapa tahun terakhir.

Hal tersebut mengakibatkan para petani yang mengalami gagal panen. Seorang petani safron Kashmir melaporkan bahwa, selama tahun 1990-an, panennya mencapai 400 kg. Namun,  selama tahun 2000-an jumlah panennya selalu berkurang, bahkan kurang dari setengahnya. Terlebih pada 2016-2018, mereka hanya dapat memanen safron sejumlah 7-15 kg sekali panen.

Karena perubahan lingkungan , khususnya kurangnya hujan, budidaya safron di Kashmir telah mengalami dampak negatif seperti itu. Upaya dan dana telah dihabiskan untuk memastikan ladang safron diairi, meskipun tampaknya tidak ada gunanya. Beberapa menyalahkan mafia tanah, yang lain pada ketidakefektifan departemen pemerintah yang terlibat dalam proyek, dan yang lain lagi pada petani itu sendiri, yang mengandalkan metode tradisional budidaya kunyit, dan tidak menyadari perubahan kondisi, dan metode untuk melawannya.

Baca Juga: Gara-gara Rempah: Pencurian Peta Hingga Ekspedisi Compagnie van Verre

Kuliner pilaf dengan wortel dan taburan safron. Hidangan dari beras yang ditumis bersama rempah-rempah di dalam minyak mentega hingga kekuningan dan ditanak dengan air kaldu. Sangat umum dalam racikan menu Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Selatan, dan Afrika Timur, dan Amerika Latin. (FREEPIK)

Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan tingkat panen tanaman safron menjadi berkurang. Walaupun warga mengeluarkan dana dan upaya yang lebih untuk mengairi ladang, kekeringan yang terjadi membuat hal itu menjadi seakan percuma. Beberapa orang menyalahkan mafia tanah dan pemerintah setempat. Beberapa lainnya menyalahkan petani yang dinilai tidak berkembang, dan terpaku pada metode budi daya safron secara tradisional.

Menurut PBB, 85% safron di dunia diproduksi di Iran. Jika di negara tersebut terkena dampak perubahan iklim, seperti yang dialami di Kashmir, suatu hari nanti safron mungkin akan menjadi langka, bahkan hilang untuk selamanya dari muka bumi. 

Baca Juga: Kisah Pelacur dan Pelacuran Pada Zaman Perdagangan Jalur Rempah