Bukti pertama serangan muncul pada Oktober 2017, ketika para peneliti menemukan 19 bangkai albatros dewasa.
Pada awalnya, mereka mengira kematian itu mungkin karena kecelakaan yang aneh. Bahwa albatros telah mendarat darurat selama badai angin, tutur Michelle Risi, ahli ekologi satwa liar di Royal Society for the Protection of Birds di laman Smithsonian.
Tetapi ketika dia dan rekan-rekannya mendapat giliran di pulau itu pada tahun 2018, menjadi jelas bahwa kematian itu bukan kebetulan.
"Kami kembali ke daerah itu beberapa kali untuk menilai jumlah bangkai dewasa dan benar-benar terkejut beberapa (bangkai) baru setiap minggunya," kenang Risi.
Baca Juga: Mengapa 'Kerang Disko' Bisa Menampilkan Pertunjukan Cahaya Cemerlang?
Tim bertanya-tanya apakah kematian itu akibat tikus invasif yang rakus di Pulau Gough, yang secara fatal telah mengganggu albatros di pulau itu.
Untuk mengunkap misteri ini, tim kembali pada 2019 dan memasang 16 kamera yang diaktifkan di dekat sarang albatros.
Hampir satu juta gambar dan lebih dari 419 jam rekaman mengungkap burung petrel raksasa selatan (Macronectes giganteus) berkelamin jantan, yang juga berkembang biak di Pulau Gough, sebagai pelakunya.
Temuan tim, yang diterbitkan dalam sebuah peelitian baru-baru ini, termasuk rekaman grafis dari 11 serangan petrel yang berbeda, lima diantaranya berakhir dengan kematian albatros.
Menyaksikan petrel raksasa selatan menyerang albatros di malam hari amat mengejutkan, tutur Risi. Petrel raksasa selatan adalah pemulung yang mahir dan mendominasi saat melahap bangkai tepi laut. Mereka juga predator yang kompeten.
Burung ini berbentuk camar seukuran angsa. Mereka adalah oportunis yang cerdik, memangsa penguin dan anjing laut yang masih muda atau sakit. Juga, anakkan dari banyak spesies burung.
Petrel raksasa bahkan pernah terlihat mengoyak daging paus sperma yang mengambang di permukaan. "Itulah sifat petrel raksasa," kata Tegan Carpenter-Kling, ahli ekologi BirdLife Afrika Selatan yang tidak terlibat dalam penelitian. "Mereka adalah burung pemangsa—cukup pintar dan kejam."
Baca Juga: Ilmuwan Temukan Burung Beku Bertanduk Berusia 46.000 Tahun di Siberia
Richard Phillips, ahli ekologi burung laut dari British Antartic Survey, mengatakan bahwa menyerang albatros dewasa memiliki kerugian bagi petrel.
"Jauh lebih baik membunuh sesuatu yang lebih tidak berdaya," katanya. "Ada risiko (petrel raksasa) akan dipatuk matanya atau terluka."
Belum jelas mengapa petrel raksasa selatan di Pulau Gough mengambil risiko seperti itu. Secara teoritis, itu bisa jadi karena mereka menderita kelangkaan makanan berbasis laut.
Namun menurut Risi, seharusnya ada cukup anjing laut dan pinguin di sekitar pulau untuk menopang makanan petrel.
Mungkin juga petrel raksasa selatan mengambil kebiasaan itu dengan mengeksploitasi elang laut yang sudah dilemahkan oleh tikus invasif di pulau tersebut.
Baca Juga: Spesies Baru Burung Berrypecker Ditemukan di Kaimana, Papua Barat