Nationalgeographic.co.id—Hutan mangrove merupakan aspek penting dalam kehidupan. Ia menjadi paru-paru bagi bumi, sekaligus melindungi masyarakat pesisir dari risiko terkena gelombang tinggi atau tsunami. Hutan mangrove pun merupakan habitat bagi kerang dan biota laut lainnya, selama memiliki kualitas air laut yang bersih. Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia, tetapi juga kerusakan di wilayah hutan mangrove banyak terjadi di Indonesia. Mangrove merupakan penyelemat ekosistem pesisir.
Setiap 26 Juli, seluruh dunia memperingati Hari Internasional untuk Konservasi Ekosistem Mangrove. Peringatan ini diproklamasikan UNESCO pada 2015. Tujuannya, untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya ekosistem mangrove sebagai "ekosistem yang unik, khusus dan rentan” dan untuk mempromosikan solusi untuk pengelolaan, konservasi, dan penggunaannya yang berkelanjutan.
Sejarahnya berawal di Ekuador, Amerika Selatan. Tingginya permintaan pasar ekspor untuk komoditas udang menyebabkan pertumbuhan tambak udang yang mengorbankan hutan-hutan mangrove. Bahkan masyarakat lokal banyak yang terusir dari lahan miliknya, sementara di sisi lain tanah dan air mengalami polusi.
Akhirnya, pada 26 Juli 1998 terjadi aksi besar di Ekuador bersama organisasi lingkungan dari beberapa negara tetangga—Honduras, Guatemala, dan Colombia. Aksi ini menyuarakan penolakan terhadap penebangan mangrove yang semakin merajalela. Tragisnya, salah seorang aktivis lingkungan yang ikut dalam aksi bersama tersebut mengalami serangan jantung dan meninggal dunia. Berikutnya, setiap tahun warga di negara-negara itu mengenang pengorbanan para pelestari mangrove.
Penulis | : | Fadhil Ramadhan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR