Lukisan Harimau Raden Saleh: Jejak Nestapa Satwa di Pulau Jawa

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 30 Juli 2021 | 10:00 WIB
Lukisan berjudul 'Harimau Berjalan' karya Raden Saleh, 1847. Grafit dan cat air di atas kertas. Dari buku 'Raden Saleh, The Beginning of Modern Indonesian Painting' karya Werner Kraus dan Irina Vogelsang. (Raden Saleh)

Lewat lukisan, Raden Saleh juga mendokumentasikan bagaimana manusia berinteraksi dengan harimau. Bahwa, masyarakat di Pulau Jawa kerap kali memburu satwa tersebut, lengkap dengan gambaran siapa yang menjadi pelaku dan siapa yang menjadi korban.

Mikke menyebut, apa yang dilukiskan itu memang menggambarkan kondisi masyarakat pada masa itu yang sering berselisih dengan manusia.

Tradisi di Pulau Jawa tempo dulu misalnya, dikenal dengan rampogan, dimana harimau dibantai atau ditangkap untuk diadu dengan satwa lain. Kondisi ini menyebabkan jumlah harimau berkurang, hingga akhirnya dilarang pada awal abad ke-20.

Baca Juga: Lima Kucing Terbesar yang Hidup di Alam Liar: Harimau hingga Puma

Lukisan karya Raden Saleh yang menampilkan suasana kacau saat perburuan di lanskap Jawa masa lampau (Zika Zakiya)

"Saya kira teman-teman sudah mulai merasakan malang betul nasib harimau di masa lalu," papar Mikke saat mepresentasikan beberapa lukisan kuno akan harimau sebelum dan semasa Raden Saleh berkarya.

"Ini jadi riuh. Saya tampilkan sebagai ingatan kita akan harimau-harimau yang menyesakkan, yang harus kita peringati untuk memori bersama," tambahnya. "Tergambar betapa bangganya orang-orang itu. Betapa susahnya memperingatkan mereka untuk tidak seperti ini (memburu harimau). Ini mengakibatkannya nasib harimau."

Mikke juga melihat bahwa lukisan harimau adalah gambaran emosi Raden Saleh sendiri. Emosi itu bisa tertuang dalam betapa detailnya lukisan itu dibuat.

Baca Juga: Rusaknya Habitat Hingga Perburuan Liar Jadi Tantangan Bagi Kelestarian Harimau

Lukisan (Raden Saleh)

Sebenarnya, tidak hanya lewat harimau, Raden Saleh juga menggambarkan emosinya lewat singa. Lukisan singa itu diyakini adalah cara menumpahkan lukisan yang paling kuat di antara yang lainnya, termasuk harimau.

"Sejumlah alasannya bisa dilihat di kemampuan teknik Antara Hidup dan Mati yang sekarang ada di Museum Istana Kepresidenan Bogor," ujar Mikke.

"Detail rumput, detail pakaian, ataupun amarah singa dan kuda itu kuat sekali. Ini tidak bisa dikerjakan asal-asalan oleh pelukis, dan menjadi puncaknya ketika dia sampai di Eropa lalu kembali ke Indonesia."

Baca Juga: Misteri Harimau-harimau di Lukisan Raden Saleh Syarif Bustaman

litografi karya CW. Mieling reproduksi dari lukisan karya Raden Saleh Syarif Bustaman (1811-1880). Lukisan cat minyak pada kanvas itu bertajuk “Kebakaran Padang Rumput” atau judul lainnya (Raden Saleh)

Penggambaran pemahamannya akan hidup, Raden Saleh menuangnya lewat lukisan Kebakaran Padang Rumput atau Forest Fire. Lewat lukisan itu, Mikke menerangkan, Raden Saleh memahami bahwa kehidupan ini berjalan sangat ganas. "Harimau digambarkan sebagai korban."

"Hakikat pelukis bukan untuk melukis binatang dalam lukisan ini, sebenarnya adalah keganasan untuk memperlihatkan keganasan alam yang memasukkan hawa panas dalam warna lukisan," ujarnya. "Itu berhasil dengan baik, kita bisa lihat lagi soal ini hewan apa atau dimana, tetapi ini [yang terpenting] adalah kondisi alam."

Terakhir, Mikke menyimpulkan bahwa Raden Saleh lewat karya-karya terkait satwa yang bahkan dikenal hingga ke Eropa lewat ragam pameran, memiliki sisi universal. Lukisan itu dinilai berisi tema-tema kemanusiaan dan kebinatangan.

"Pameran ini menunjukkan sisi universal, betapa lukisan bukan saja perkara estetika, tetapi juga persoalan lain: pertarungan antara kemanusiaan dan modernitas," pungkasnya.

Baca Juga: Alam, Manusia, dan Masa Depan dari Lukisan Raden Saleh