Nationalgeographic.co.id—Bumi memiliki cukup air bawah tanah untuk membanjiri permukaan benua hingga kedalaman 180 meter. Atau, air bawah tanah di Bumi juga mampu menaikkan permukaan laut di penjuru planet ini setinggi 52 meter. Akan tetapi, hanya ada persentasi kecil cadangan air terbarukan pada skala waktu manusia.
Ukuran cadangan air terbarukan ini tidak pernah diketahui sampai sekarang. Apakah cadangan air terbarukan ini dapat membantu pemerintah mengelola sumber daya air dalam menghadapi meningkatnya permintaan?
Volume global dan distribusi air tanah yang berumur kurang dari 50 tahun tidak diketahui. Sementara itu air tanah modern yang paling baru diisi ulang dan juga paling rentan terhadap perubahan global.
Air tanah penting untuk energi dan ketahanan pangan, kesehatan manusia dan ekosistem. Masyarakat semakin mengandalkan air tanah dari sumur dan mata air untuk minum, terutama pertanian. Meskipun demikian, kita tidak benar-benar tahu berapa banyak air tanah yang ada, atau seberapa cepat air diperbarui melalui curah hujan dan pencairan salju.
Untuk mengatasi hal ini, Tom Gleeson, seorang hidrogeologi dari University of Victoria di Kanada dan rekan-rekannya memanfaatkan produk sampingan dari pengujian senjata termonuklir, yakni tritium radioaktif dengan ledakan tanah. Penelitiannya bertajuk The global volume and distribution of modern groundwater terbit di Nature Geoscience pada 2015.
Menurutnya, jangka waktu pengisian ulang air tanah—atau usia air tanah—dapat menjadi hal penting untuk beragam proses geologi. Proses itu meliputi pelapukan kimia, eutrofikasi laut, dan perubahan iklim. Pengukuran usia air tanah itu berkisar dari bulan hingga jutaan tahun.
Setiap tanah yang mengandung peningkatan kadar tritium, mereka anggap sebagai air tanah "modern" yang masuk tanah sejak uji coba nuklir, dimulai sekitar 50 tahun yang lalu.
Baca Juga: Lewat Eksperimen Ini Para Ilmuwan Mengubah Air Menjadi Logam
Tim Gleeson menyusun hampir 3.800 sampel air tanah, yang tingkat tritiumnya telah diukur dan digunakan untuk memetakan kelimpahan air tanah modern pada kedalaman yang berbeda di bawah permukaan. Kemudian mereka menggunakan model untuk memprediksi total air tanah ini, di pori-pori dan retakan pada batu, dalam akuifer, dan setiap daerah aliran sungai.
Kerak bumi adalah reservoir besar. Mereka menyimpulkan, jika kerak bumi teratas mengandung hampir 23 juta kilometer kubik air tanah. Ini sesuai dengan perhitungan kasar yang dibuat sekitar 40 tahun lalu.
Akan tetapi kurang dari enam persen dari total itu (mungkin hanya 1,5 persen) merupakan air tanah modern. “Di sini kami menggabungkan kumpulan data geokimia, geologi, hidrologi, dan geospasial dengan simulasi numerik air tanah dan menganalisis usia tritium untuk menunjukkan bahwa kurang dari enam persen air tanah di bagian paling atas daratan bumi adalah modern.”
Fraksi modern ini terisi kembali, melalui curah hujan dan mengalir pada skala waktu puluhan tahun, dengan demikian ini merupakan bagian berpotensi terbarukan dari air tanah.
"Kami menemukan bahwa total volume air tanah pada 2 kilometer di atas kerak benua adalah sekitar 22,6 juta kilometer kubik, di mana 0,1–5,0 juta kilometer kubuknya berusia kurang dari 50 tahun," tulis mereka.
Meskipun air tanah modern mewakili sebagian kecil dari total air tanah di Bumi, volume air tanah modern setara dengan badan air dengan kedalaman sekitar 3 meter yang tersebar di benua.
Baca Juga: Hadapi Air Memanas, Nelayan Alaska Mulai Pertanian Regeneratif di Laut
Tidak ada yang pernah memperkirakan sebelumnya proporsi air tanah di dunia bisa diperbaharui. "Ini adalah sebuah kolam kecil, lebih kecil daripada yang saya pikir, yang berarti bahwa itu adalah sumber daya yang lebih terbatas," kata Gleeson.
Hal terpenting adalah cara untuk mengetahui lebih persisnya di mana air tanah modern tersebut.
Richard Taylor mencatat, meskipun hanya sebagian kecil dari air tanah yang secara aktif terbarukan masih merupakan reservoir luas, dengan beberapa kali ukuran danau dan sungai gabungan. Taylor salah seorang hidrogeologi dari University College London, Inggris.
Namun, ia memperingatkan bahwa air tanah yang modern ini harus dianggap sebagai potensi terbarukan. "Fakta bahwa ada sesuatu yang diisi ulang dalam 50 tahun terakhir tidak berarti itu akan diisi ulang dalam 50 tahun ke depan," katanya.
Baca Juga: Studi: Air Laut Akan Naik Lebih Tinggi daripada Perkiraan Sebelumnya
Sebelumnya, dia dan timnya melaporkan penelitian bertajuk “Ground water and climate change” yang terbit di jurnal Nature Climate Change. “Sebagai penyimpan air tawar terdistribusi terbesar di dunia,” tulis Richard. “Air tanah memainkan peran sentral dalam mempertahankan ekosistem dan memungkinkan adaptasi manusia terhadap variabilitas dan perubahan iklim.”
Kebutuhan air tanah untuk air global dan ketahanan pangan mungkin akan meningkat selama dampak perubahan iklim. Menurut mereka, iklim ekstrem yang lebih sering dan intens (kekeringan dan banjir) akan meningkatkan variabilitas dalam curah hujan, kelembaban tanah dan air permukaan.
Baca Juga: Temuan Air Tertua di Dunia Menjelaskan Awal Mula Kehidupan di Bumi
“Di sini kami secara kritis meninjau penelitian terbaru yang menilai dampak iklim pada air tanah melalui proses yang disebabkan oleh alam dan manusia,” ungkapnya dalam jurnal tersebut. “Serta melalui umpan balik yang digerakkan oleh air tanah pada sistem iklim.”
Tim penelitiannya memeriksa kemungkinan peluang dan tantangan dalam menggunakan dan mempertahankan sumber daya air tanah dalam strategi adaptasi iklim. Selain itu mereka juga menyoroti kurangnya pengamatan air tanah, yang saat ini membatasi pemahaman kita tentang hubungan dinamis antara air tanah dan iklim.
Baca Juga: Menjaga Kelestarian Lingkungan Demi Ketersediaan Air Bersih