“Saya begitu tertarik ketika diminta untuk menelitinya. Dia pada dasarnya 100 persen utuh, yang hilang hanya matanya," kata Meachen.
Anak serigala itu terawetkan dengan sangat baik sehingga benjolan di bibirnya—yang disebut papila—bersama dengan alat kelamin, kulit, dan cakarnya.
Meskipun Zhur adalah serigala abu-abu, bulu yang masih menutupi tubuhnya berwarna oranye berkarat, dan panjangnya sedikit di bawah setengah meter, dari moncong hingga pangkal ekornya.
Para peneliti menggunakan radiografi untuk memperkirakan usianya ketika dia meninggal. Dengan asumsi tulang-tulangnya mengeras pada tingkat yang kira-kira sama dengan anjing domestik, para peneliti memperkirakan dia meninggal pada usia sekitar enam hingga tujuh minggu.
Diyakini Zhur mati pada musim panas, Juli atau awal Agustus, dan dia sudah disapih dari ibunya.
Baca Juga: Bagaimana Kisah Anjing Menjadi Kawan dalam Peradaban Manusia?
Untuk menemukan usia geologisnya—waktu yang dihabiskan tubuhnya di tanah setelah kematiannya—para peneliti mengekstraksi DNA dari folikel rambut kuno yang masih ada di tubuhnya.
Dari pengurutan genom saja, mereka dapat memperkirakan bahwa dia telah hidup sekitar 75.000 hingga 56.000 tahun yang lalu. Melihat isotop molekuler dari oksigen di email gigi Zhur memungkinkan mereka mempersempit zona waktu lebih jauh, menjadi sekitar 57.000 hingga 56.000 tahun lalu.
Dengan menggunakan berbagai teknik, para peneliti juga dapat menentukan banyak aspek kehidupan anak serigala, mulai dari usia dan pola makannya hingga kemungkinan penyebab kematiannya.
Temuan itu diterbitkan dalam jurnal Current Biology bertajuk Zhur: A Mummified Pleistocene Gray Wolf Pup ( Canis lupus) from Yukon Territory, Canada. Penelitian menunjukkan Zhur dan ibunya sebagian besar makan ikan dari Sungai Klondike di dekatnya, daripada sumber makanan terestrial. Selama hidupnya yang singkat, dia tidak pernah kelaparan.
“Salah satu hal yang membuat saya terkejut pada penelitiannya kali ini karena anak serigala tersebut memakan sumber daya air, terutama salmon,” ujar Meachen.
Baca Juga: Selain Akurasinya Tinggi pada Covid-19, Anjing Lebih Cepat dari PCR