Nationalgeographic.co.id—Frank Krell dari Denver Museum of Nature and Science bekerjasama dengan Francesco Vitali, dari Luxembourg National Museum of Natural History telah mengidentifikasikan spesies kumbang daun berkaki katak. Spesies kumbang tersebut diidentifikasi dari fosil kumbang yang hidup hampir 49 juta tahun yang lalu.
Fosil kumbang tersebut telah dipamerkan di pameran Denver Museum of Nature & Science's "Prehistoric Journey" sejak dibuka pada tahun 1995. Fosil tersebut berasal dari Formasi Sungai Hijau di Garfield County, Colorado.
Pola indah pada cangkang sayapnya kemudian menarik perhatian Krell yang merupakan Kurator Senior Entomologi di Denver Museum of Nature and Science. "Ini adalah salah satu fosil kumbang paling menakjubkan yang pernah ditemukan," kata Krell dalam rilis Denver Museum of Nature & Science.
Kumbang memang kokoh saat masih hidup, tetapi kumbang secara keseluruhan tidak mudah membatu dan menjadi fosil. Mereka sering berantakan dan hancur ketika mengapung di air, tenggelam, dan mencapai sedimen. "(Pada fosil ini) polanya dipertahankan dalam kejelasan dan kontras yang tak tertandingi, menjadikannya salah satu fosil kumbang yang paling terawetkan," katanya.
Catatan fosil biasanya hanya menampilkan satu sayap. "Endapan berbutir halus dan beberapa endapan dengan kondisi yang baik memberikan kita fosil yang terawetkan dengan sangat baik. Endapan itu disebut Lager Stetten. Formasi Sungai Hijau Eosen di barat laut Colorado adalah salah satunya," ia menjelaskan.
Baca Juga: Fosil Kumbang dengan Kristal Fotonik Ungkap Evolusi Struktur Warna
Namun, menurutnya sulit untuk mengidentifikasi spesimen fosil kumbang tersebut. Dalam pameran museum, fosil kumbang itu telah ditampilkan sebagai kumbang tanduk panjang.
Akan tetapi, karena fitur pada fosil tersebut tidak cocok dengan kumbang tanduk panjang lainnya, Krell kemudian mencari Francesco Vitali. Ia merupakan Kurator Koleksi Zoologi Invertebrata dari National Museum of Natural History of Luxembourg, dan merupakan pakar kumbang tanduk panjang.
“Saya sangat senang memiliki kesempatan untuk mengerjakan fosil yang luar biasa dan unik,” kata Vitali.
Baca Juga: Peneliti LIPI Temukan Empat Spesies Kumbang Baru di Maluku Utara
Bersama-sama keduanya melihat semua detail yang terawetkan pada fosil tersebut. Dan akhirnya, detail kaki belakangnya yang melengkung membuktikan identitas aslinya sebagai kumbang daun berkaki katak. Detail lengkap identifikasi fosil kumbang tersebut telah dipublikasikan di Jurnal Ilmiah Papers in Palaeontology pada 6 Agustus 2021.
Arti Sebuah Nama
Nama ilmiah terdiri dari dua komponen, genus dan nama spesies. Seperti misalnya Homo sapiens. Pada kasus fosil kumbang ini, menurut peneliti membutuhkan nama genus baru.
Kemudian, karena fitur yang terdapat pada fosil tersebut tidak cocok dengan genus kumbang daun berkaki katak yang ada saat ini. Karena keindahannya, Krell dan Vicente memilih nama Pulchritudo, yang merupakan bahasa Latin untuk kecantikan.
Baca Juga: Studi: Kumbang Daun Berpotensi Lidungi Jutaan Orang Dari Hay Fever
Ahli zoologi dan botani sering mendedikasikan spesies baru untuk rekan-rekan yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap ilmu pengetahuan, atau kepada orang-orang yang istimewa bagi mereka.
Fosil kumbang itu kemudian diberi nama Pulchritudo attenboroughi atau Attenborough’s Beauty. Nama tersebut diambil dari nama penyiar dan naturalis Inggris, Sir David Attenborough yang menurut Krell, telah mengilhami dia, keluarganya, dan jutaan orang lain melalui film dokumenternya tentang alam.
“Tidak ada yang memberikan keagungan dan keindahan alam lebih mengesankan daripada Sir David. Fosil ini, unik dalam pelestarian dan keindahannya, adalah spesimen yang tepat untuk menghormati orang yang begitu hebat,” jelas Krell.
Baca Juga: Perkenalkan, Lenardo DiCaprio, Spesies Baru Kumbang Air Asli Indonesia