Tanda-Tanda Runtuhnya Arus Teluk Terlihat, Bencana Global Akan Datang

By Wawan Setiawan, Minggu, 8 Agustus 2021 | 13:00 WIB
Mencairnya air tawar dari lapisan es Greenland memperlambat AMOC lebih awal dari yang ditunjukan model iklim. (Ulrik Pedersen/NurPhoto/REX/Shutterstock)

Nationalgeographic.co.id—Pakar iklim telah mendeteksi tanda-tanda peringatan bahwa Arus Teluk (Gulf Stream) bisa runtuh dalam waktu yang tidak terlalu lama. Ini mungkin tidak seburuk di film 'The Day After Tomorrow', tetapi tanpa Arus Teluk yang membawa air hangat ke Inggris dan Eropa, keadaan pasti akan menjadi jauh lebih dingin.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemanasan global telah berdampak pada AMOC (Atlantic Meridional Overturning Circulation) yaitu sistem arus laut di mana Gulf Stream merupakan bagiannya.

Penelitian ini menemukan "kehilangan stabilitas yang hampir lengkap selama abad terakhir" dari arus yang oleh para peneliti disebut AMOC ini sudah berada pada titik paling lambat dalam setidaknya 1.600 tahun, tetapi analisis baru menunjukkan mereka mungkin mendekati penutupan. Penutupan akan memiliki dampak global yang menghancurkan dan tidak boleh dibiarkan terjadi, kata para peneliti.

 

Arus Teluk sendiri relatif stabil sampai sekitar tahun 1850-an ketika mulai menurun dan sekarang menjadi yang terlemah.

Seperti yang dilansir oleh Theguardian.com, Niklas Boers, dari Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim di Jerman mengatakan, “tanda-tanda destabilisasi sudah terlihat adalah sesuatu yang tidak saya duga dan saya rasa menakutkan,” katanya. “Itu adalah sesuatu yang tidak bisa Anda [biarkan] terjadi,” tegasnya.

Peristiwa seperti itu memiliki konsekuensi bencana di seluruh dunia, hal ini akan mendorong naiknya permukaan air laut dari Amerika Utara bagian timur, meningkatkan badai dan menurunkan suhu di Eropa, bahkan yang terpenting lagi akan dapat mengganggu hujan yang telah menjadi sandaran hidup bagi miliaran orang di India, Afrika Barat, dan Amerika Selatan. Peristiwa ini sungguh teramat menakutkan.

"Satu-satunya hal yang harus dilakukan adalah menjaga emisi serendah mungkin," kata Boers. "Kemungkinan peristiwa berdampak sangat tinggi ini terjadi meningkat dengan setiap gram CO2 yang kita masukkan ke atmosfer."

Menurut analisa para peneliti tahun 2019, dunia mungkin telah melewati serangkaian titik kritis, yang menimbulkan “ancaman eksistensial terhadap peradaban”.

Baca Juga: Perubahan Iklim Mengancam Ketahanan Pangan Sektor Perikanan Indonesia

Runtuhnya Gulf Stream akan menjadi bencana besar. Hal ini tidak boleh terjadi. (CC BY-SA 4.0 Brocken Inaglory )

Data dalam hasil penelitian Niklas Boers menunjukkan kenaikan suhu yang dapat membuat AMOC beralih secara tiba-tiba antar negara bagian selama satu hingga lima dekade. Inti es serta data lain dari 100.000 tahun terakhir menunjukkan AMOC memiliki dua keadaan yaitu cepat, kuat, seperti yang terlihat selama ribuan tahun terakhir, dan lambat, lemah. Semua data penelitian Niklas Boers terkait dengan hal ini telah diterbitkan dalam jurnal Nature Climate Change pada 5 Agustus 2021 yang berjudul Observation-based early-warning signals for a collapse of the Atlantic Meridional Overturning Circulation.

Niklas Boers menggunakan analogi kursi untuk menerangkan bagaimana perubahan suhu dan salinitas laut dapat menyebabkan ketidakstabilan AMOC. Ia mendorong sebuah kursi untuk mengubah posisinya, tetapi ia tidak memengaruhi stabilitasnya jika keempat kakinya tetap di lantai. Lalu, ia pun memiringkan kursi tersebut mengubah posisi dan stabilitasnya. Apa yang akan terjadi? Bisa Anda bayangkan sendiri, kursi akan terjatuh.

Baca Juga: Air Adalah Kehidupan, Seberapa Besarkah Cadangan Air Tanah Kita?

Sebuah peta yang menggambarkan sirkulasi termohalin laut. (Getty Images)

David Thornalley, dari University College London di Inggris, mengatakan, “tanda-tanda penurunan stabilitas ini mengkhawatirkan. Namun kami masih belum tahu apakah keruntuhan ini akan terjadi, atau seberapa dekat kami dengannya.”

Seperti yang dilaporkan oleh Niklas Boers dan rekan-rekannya pada bulan Mei bahwa sebagian besar lapisan es Greenland berada di ambang kritis, sehingga dapat mengancam kenaikan besar permukaan laut global. Hutan hujan Amazon juga saat ini mengeluarkan lebih banyak CO2 daripada yang diserapnya, belum lagi gelombang panas Siberia tahun 2020 telah menyebabkan pelepasan metana yang sangat mengkhawatirkan. Kesemuanya itu menjadi beberapa faktor yang turut berperan dalam peristiwa yang akan terjadi ini.

Kapan tepatnya keruntuhan seperti itu mungkin terjadi saat ini memang masih belum jelas. Bisa jadi dua dekade lagi atau bisa jadi dua abad lagi, tetapi yang jelas hal itu akan pasti datang. Semoga para ilmuwan dapat menemukan cara untuk menghentikannya sebelum terlambat.

Baca Juga: Beberapa Perkara yang Harus Kita Ketahui Seputar Kenaikan Muka Laut