Nationalgeographic.co.id—Bulan merupakan satu-satunya satelit alami bumi. Ia juga menjadi satelit terbesar kelima di sistem tata surya, setelah Io, Callisto, Ganymede (satelit Jupiter), dan Titan (Satelit Saturnus). Bulan dipenuhi dengan besi padat di bagian inti dalam, dengan radius kedalaman sekitar 240 km, dan fluida di bagian inti luar, tapi pernahkah terpikirkan bahwa di bulan juga bisa terjadi gempa?
Bulan telah mengalami penyusutan sebesar 50 meter beberapa ratus juta tahun terakhir. Hal tersebut terjadi saat interior bulan mendingin. Dilansir dari website resmi NASA , "Bulan mengerut sama seperti buah anggur menjadi kismis, hanya saja permukaan bulan tidak selentur kulit buah. Kerak bulan terpecah saat mengerut karena teksturnya yang rapuh" tulisnya.
Hal tersebut akan menimbulkan gempa bulan (moonquakes—istilah dipopulerkan NASA) karena terdapat patahan-patahan yang aktif dan bulan masih terus mengerut secara berkala. "Beberapa dari gempa ini bisa cukup kuat, sekitar 5 skala richter" ungkap Thomas Watters, ilmuwan senior di Pusat Studi Bumi dan Planet di Smithsonian's National Air and Space kepada NASA.
Sumber lain menyebutkan bahwa, "Gempa dihasilkan sebagai akibat dari meteoroid yang menabrak permukaan bulan atau oleh tarikan gravitasi Bumi yang meregangkan interior bulan, dengan cara yang mirip dengan tarikan pasang surut bulan di lautan Bumi" tulis Jonathan O’Callaghan kepada Horizon: The EU Research.
Para astronot telah mendaratkan lima seismometer di bulan, pada misi Apollo antara tahun 1969 hingga 1972. Seismograf yang terpasang di bulan sebenarnya tidak hanya digunakan sebagai alat pendeteksi gempa, tapi juga untuk melihat kontur permukaan di bulan. Seismograf dapat bekerja karena didalamnya berisi dua panel surya yang dapat mengubah panas matahari menjadi energi listrik.
"Alat ini dapat digunakan untuk mengukur dampak meteorit dan gempa bulan, merekam sekitar 100 hingga 200 pukulan meteorit selama masa pakainya", tulis NASA dari hasil risetnya yang berjudul Apollo 11 Seismic Experiment pada 2017.
Baca Juga: Netizen Singkap Pemandangan Bulan yang Terpantul di Helm Buzz Aldrin
Perlu di waspadai kondisi para astronot saat mendarat di bulan. Terdapat banyak sekali meteorit yang menghantam permukaan bulan, sehingga menyebabkan guncangan dan membuat permukaan bulan menjadi terpecah dan menyusut atau shrink.
Tim The Lunar Sample Preliminary Examination menulis pada JSTOR dengan judul Preliminary Examination of Lunar Samples from Apollo 11 di tahun 1969, bahwa "Seismometer Apollo 11 telah mengembalikan data ke bumi berselang tiga minggu setelah terpasang di bulan".
Baca Juga: Gumpalan di Bawah Mantel Bumi, Benarkah Sisa Terciptanya Bulan?
Mereka menambahkan "itu memberikan pandangan pertama yang berguna pada seismologi bulan. Seismometer yang lebih canggih dikerahkan di lokasi pendaratan Apollo 12, 14, 15, dan 16 dan mengirimkan data ke Bumi hingga September 1977" tutupnya.
Sejumlah besar gempa bulan yang sangat kecil telah terdeteksi oleh jaringan seismik Apollo yang terpasang di beberapa titik. Guncangan akibat gempa bulan (moonquakes) terdeteksi sekitar 80 kali lebih sedikit daripada di bumi. Hal tersebut terjadi karena gempa bulan terkonsentrasi pada kedalaman yang sangat dalam, antara 600 km dan 1000 km.
Ceri Nunn dalam tulisannya berjudul Lunar Seismology: A Data and Instrumentation Review yang dimuat pada SpringerLink tahun 2020, menjelaskan "Tim Lunar Internasional telah berupaya bekerjasama dengan lembaga lain dalam merekam gejala-gejala gempa bulan yang akan terus terjadi, yang mungkin dapat membuat kerusakan pada bulan". Hal tersebut menunjukkan adanya upaya-upaya manusia dalam melestarikan satu-satunya satelit bumi ini.
Baca Juga: Apa yang Terjadi Jika Bulan Dua Kali Lebih Dekat dengan Bumi?