Saya duduk di sebuah sofa bersandaran tangan warna cokelat tua sambil menikmati aneka kudapan di Garuda Executive Lounge, Soekarno-Hatta. Dari bilah-bilah kerai ruangan ini, terhampar pemandangan kerlap-kerlip bandara kala malam dengan beberapa pesawat yang tengah parkir.
Saya kemudian mengambil boarding pass di saku kemeja, sekedar memastikan bahwa waktu keberangkatan masih tiga puluh menit lagi. Waktu yang cukup untuk mencari informasi tambahan soal Dubai dari perangkat selular melalui layanan internet nirkabel.
Beberapa penumpang lain yang bertujuan sama dengan saya tengah memanfaatkan layanan internet dari desktop atau menuju bilik telepon untuk menghubungi keluarganya yang berada di Jakarta. Semuanya disediakan gratis! Di sinilah para para penumpang dengan tiket kelas eksekutif, anggota Garuda Frequent Flyer (GFF), Executive Card Plus (ECP) atau Kartu Kredit Citibank Garuda Indonesia dapat menikmati suasana santai nan nyaman jelang keberangkatan.
Sebuah survei atas penyedia layananan jasa angkutan udara untuk rute domestik versi National Geographic Traveler 2010 telah menobatkan Garuda Indonesia sebagai maskapai penerbangan terfavorit di negeri ini. Dalam kesempatan yang sama, maskapai yang melayani penerbangan sejak 1949 ini juga meraih serangkaian penghargaan terbaik dalam kualitas penyajian menu, ketepatan waktu, layanan pembayaran, layanan kehilangan, hingga terbaik dalam layanan bagasi.
Jelang pukul sembilan malam, panggilan untuk boarding GA-088 pun membahana. Saya pun bergegas menuju pintu pemberangkatan dan memasuki kabin Airbus A300-200 dengan sapaan penuh kehangatan dari para kru pesawat.
Salah satu dari mereka menunjukkan arah terdekat menuju kursi kelas ekonomi saya. Setelah semua penumpang duduk, mereka mendapatkan minuman selamat datang dari maskapai ini. Sayup-sayup masih terdengar musik simfoni orkestra nan riang “Rasa Sanyange” yang diputar sejak penumpang memasuki kabin.
Penerbangan ini tepat waktu. Pesawat berbadan lebar dan bermesin kembar ini melayani 222 penumpang, 36 di antaranya adalah kelas bisnis. Deru mesin pesawat dari pabrikan Rolls-Royce mengingatkan saya pada kenyamanan berkendara dengan mobil yang tak hanya mewah, tetapi juga anggun.
Keanggunan khas Garuda Indonesia juga diekspresikan dalam keramahan dan busana sebelas awak kabin mereka. Dinding kamar kecil pun menggunakan pola grafis anyaman bilah-bilah bambu berwarna putih putih yang biasanya dipakai untuk dinding rumah tradisional.
Garuda Indonesia juga menyediakan makanan khas Nusantara untuk penerbangan yang berangkat dari Indonesia. Maskapai penerbangan ini juga menyajikan hidangan khusus untuk diet diabetes, vegetarian, anti-alergi, hidangan sehat tanpa lemak, serta hidangan anak dan bayi yang dapat dipesan sehari sebelum keberangkatan.
Usai makan malam, sebagai hiburan pengantar tidur, penumpang dapat menikmati berbagai layanan yang tersaji di layar sentuh: musik, film, dan permainan. Saya memasang ear-phone kemudian memilih film dokumenter tentang temuan harta karun yang menuturkan asal-usul orang Inggris. Topik yang saya suka! Kebetulan National Geographic Indonesia pernah menerbitkan kisah feature-nya tahun lalu.
Saya pun mulai mengantuk. Lalu jari telunjuk saya memilih-milih album musik dalam layar sentuh itu. Dari 140 album musik, saya tertarik dengan “The Sounds of Indonesia” yang mendendangkan lagu daerah yang bernuansa baru karena dikemas dalam simfoni orkestra nasional gubahan Addie M.S. Tampaknya, dalam buaian “Angin Mamiri” itu saya terlelap.
Perjalanan Jakarta-Dubai menempuh waktu sekitar 7-8 jam. Garuda Indonesia melayani rute Jakarta-Dubai-Amsterdam setiap Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu.
Sedangkan dari Amsterdam-Dubai-Jakarta setiap Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu. “Terima kasih. Sampai berjumpa lagi―di penerbangan berikutnya...,” kata kru kabin tatkala saya melangkahkan kaki meninggalkan pesawat setibanya di Bandara Internasional Dubai.
Pengalaman Indonesia
Dalam sebuah kesempatan berbeda, Elisa Lumbantoruan – Direktur Pemasaran dan Penjualan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. – menjelaskan bahwa Garuda selalu mengedepankan pengalaman Indonesia begitu tamu memasuki kabin pesawat. Pengalaman inilah yang mereka sebut Garuda Indonesia Experience.
Menurut Elisa, Garuda melakukan ini untuk mendukung perkembangan pariwisata nasional. Pihaknya ingin tamu yang telah memilih Garuda akan mendapatkan pengalaman yang lebih dan sekaligus dapat merasakan pengalaman terhadap Indonesia.
Saat ini, kata Elisa, pariwisata Indonesia membutuhkan konsep yang tunggal yang telah disepakati oleh seluruh pemangku kepentingan. “Kita kadang-kadang berpikir rumit. Padahal, kita butuh pendekatan secara nasional. Setiap orang perlu memikirkan hal itu.”
Ia juga mengingatkan bahwa seluruh pemangku kepentingan di dalam industri pariwisata perlu memikirkan atas dua hal pertanyaan mendasar. “Yang pertama, apakah kita butuh turis atau orang asing ke sini? Kedua, apa business model yang diperlukan untuk manfaat pariwisata?”
Dengan melihat perkembangan teknologi yang sedemikan cepat, warga dunia telah mengubah cara pandangnya. “Zaman ini, tidak lagi bicara citizenship, tetapi global community,” kata Elisa. Itu sebabnya, Indonesia harus menjual kekayaan pariwisatanya dalam konteks biodiversity.
Pada akhirnya, Garuda selalu membawa nama Indonesia. Dengan mengedepankan pengalaman Indonesia, maskapai yang telah menuai sejumlah prestasi ini berharap mampu membawa warna yang moncer dalam perkembangan industri pariwisata nasional. Tentunya, sekaligus mampu bertarung dengan kompetitor lainnya yang semakin ketat.