Rajaampat, Potensi Besar untuk Mengembangkan Sistem Ekonomi Berkelanjutan

By Yussy Maulia, Senin, 9 Agustus 2021 | 18:35 WIB
Pemandangan indah di sebuah teluk di Kepulauan Painemo, Raja Ampat, Papua Barat, Indonesia. (Shutterstock)

Namun sayang, manajemen ekosistem laut di Indonesia mulai memantik kewaspadaan.

Pada 2017, KKP menemukan fakta bahwa 38 persen ikan di perairan Indonesia ditangkap melebihi batas kemampuan ekosistemnya (overfishing). Sementara itu, ditemukan lebih dari 600.000 armada kapal yang tidak terdaftar dan terpantau melakukan praktik illegal fishing.

Baca Juga: Hotel Pertemuan Rahasia Perang Dunia II yang Membentuk Bank Dunia

Di Rajaampat, risiko overfishing datang dari penggunaan alat tangkap oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Jika dibiarkan, banyak spesies laut yang berharga akan hilang. Hal itu tidak hanya berdampak pada keseimbangan ekosistem laut, tetapi juga sektor ekonomi dan pariwisata di wilayah tersebut.

Data LIPI pada 2020 juga menunjukkan, sepertiga dari terumbu karang Indonesia, termasuk di Rajaampat, berada dalam kondisi yang kurang baik. Padahal, terumbu karang merupakan rumah bagi spesies-spesies biota laut yang beragam.

Sampah laut (ocean debris) juga menjadi perhatian. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat, produksi sampah nasional di Indonesia mencapai hingga 67,8 juta ton pada 2020. Sementara, sebanyak 30 persen sampah tidak terkelola dan berakhir mencemari lingkungan, termasuk laut.

Persoalan-persoalan tersebut perlu segera diatasi. Dibutuhkan kerja sama antara pemerintah, masyarakat lokal, dan seluruh masyarakat di Indonesia untuk menjaga kelestarian laut Rajaampat.

Baca Juga: Di Antara Perairan Surgawi Papua, Leluhur Nusantara Membuat Coretan Unik Tentang Perjalanan Manusia

Tradisi Sasi dan konsep berkelanjutan

Untuk mengelola ekosistem laut, inspirasi dapat dipetik dari masyarakat lokal di Rajaampat. Masyarakat setempat punya sebuah tradisi yang selaras dengan gerakan menjaga kelestarian laut, yakni Sasi Laut.

Melansir laman Indonesian Ocean Pride, Kamis (11/4/2019), kata sasi berasal dari bahasa lokal penduduk Rajaampat yang berarti sumpah. Tradisi Sasi Laut dianggap sebagai cara menghargai dan meminta izin untuk mengambil sumber daya laut dari Sang Pencipta.

Tradisi Sasi sendiri memiliki beberapa peraturan dalam menimba hasil laut. Misalnya saja, pada penangkapan lobster. Masyarakat hanya diperbolehkan menangkap lobster dengan ukuran dan usia tertentu.