“Selain menjadi saksi kehidupan sehari-hari di Pompeii, kemungkinan untuk menganalisis thermopolium ini luar biasa, karena untuk pertama kalinya kami telah menggali sebuah situs secara keseluruhan,” kata Massimo Osanna, direktur Taman Arkeologi Pompeii kepada The Guardian dikutip dari Ancient Archeology.
Ada lusinan thermopolia yang ditemukan di taman arkeologi ini. Melansir The Guardian gerai biasanya dipergunakan oleh masyarakat kelas bawah kota kuno Pompeii yang tidak memiliki dapur di rumahnya. Adapun menu khas yang tersedia termasuk roti kasar dengan ikan asin, keju panggang, lentil dan anggur pedas.
Selain thermopolium, pengunjung juga bisa melihat dua rumah besar yakni Casa di Orione dan Casa del Giardino. Keduanya juga ditemukan di Regio V dan sedang dipugar. Area ini disebut-sebut sebagai lokasi penggalian paling intensif sejak tahun 1960-an.
Baca Juga: Villa Papyri, Satu-satunya Perpustakaan yang Dipulihkan di Zaman Kuno
Kota kuno Pompeii merujuk dari Britannica, memiliki jumlah penduduk antara 10 ribu hingga 20 ribu jiwa saat luluh lantak. Pompeii hancur karena letusan Gunung Vesuvius pada tahun 79 M. Tepat di siang hari, serpihan abu dan material vulkanik menutupi kota hingga tebalnya mencapai tiga meter.
Material piroklastik yang merupakan campuran dari fragmen batuan, gas dan udara panas yang terperangkap bergerak dengan kecepatan tinggi, mencapai kota pada keesokan harinya. Fenomena inilah yang membuat penduduk Pompeii yang belum terbunuh mengalami sesak napas.
Aliran piroklastik ini terjadi beberapa kali, hingga seantero kota terbenam dalam abu yang tebalnya mencapai 9 kaki. Peninggalan kota kuno Pompeii pertama kali ditemukan pada akhir abad ke 16 oleh seorang arsitek bernama Domenico Fontana.
Baca Juga: Kerangka Manusia Tertimpa Batu Ungkap Tragedi Letusan Gunung Vesuvius