I Nyoman Ardika berdiri di atas hamparan pasir yang disesaki rerumputan. Habitat perteluran maleo, Macrocephalon maleo, di Suaka Margasatwa Bakiriang, Batui, Banggai, Sulawesi Tengah, itu kini hanya menyisakan sedikit tanah berpasir. “Kita akan bersihkan rerumputan ini,” papar Nyoman, polisi hutan Suaka Margasatwa.
Rumput menandai suksesi vegetasi pesisir Bakiriang sedang bergerak. Itu akan menghapus pelan-pelan salah satu tempat favorit maleo bertelur. Bakiriang juga mengalami perambahan dan dirangsek kebun sawit.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah memang akan mengelola habitat peneluran Bakiriang. “Pembinaan habitat itu akan kita lakukan dengan PT Pertamina EP,” tutur Syihabudin, Kepala Balai Konservasi. Di Bakiriang, berdasarkan inventarisasi Balai, tak kurang ada 147 maleo.
“Maleo itu berpasangan, setia dia. Yang kita hitung bukan burungnya, tapi jumlah telurnya, sarangnya,” lanjut Syihabudin. Maleo dikenal sebagai burung pecinta yang setia kepada pasangannya.
Kerja sama dengan Pertamina EP untuk mengembangkan populasi maleo di kawasan konservasi seluas 12.500 hektare itu. Lantaran tak mudah mengembangbiakan maleo di luar habitatnya, program kolaborasi itu menggarap tempat hidup alaminya. “Jadi yang kita kelola habitatnya; kawasannya yang dijaga,” lanjut Syihabudin.
Pertamina EP berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara operasinya dengan pelestarian. Komitmen itu untuk menjaga keseimbangan operasi dan tanggung jawab sosial. “Misi Pertamina EP adalah melaksanakan pengusahaan sektor hulu minyak dan gas dengan berwawasan lingkungan, sehat, dan mengutamakan keselamatan serta keunggulan yang memberikan nilai tambah bagi pemangku kepentingan,” jelas Syamsu Alam, Presiden Direktur PT Pertamina EP.
Sulawesi Tengah memiliki potensi gas yang harus dikembangkan untuk pasokan energi, khususnya di Indonesia. “Untuk itu, Pertamina EP menjalankan amanat mengamankan pasokan energi dengan pengembangan gas di Matindok dan Donggi,” jelas Syamsu Alam.
Kegiatan operasi itu tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya. “Sebagai bentuk tanggung jawab, sekaligus memberi nilai tambah atas keberadaan Pertamina EP, kita coba menganalisis potensi dan peluangnya, khususnya pelestarian,” sambung Syamsu Alam.
Dari situlah, Pertamina EP bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam menjalin kolaborasi pengelolaan Suaka Margasatwa Bakiriang. “Salah satu fokus utamanya: pelestarian maleo, satwa endemik Sulawesi yang terancam punah,” lnjut Syamsu Alam.
“PT Pertamina sudah diangkat sebagai bapak angkat maleo di Sulawesi Tengah,” jelas Syihabudin. Setiap tahun, Balai Konservasi bersama Kelompok Kerja Konservasi Maleo akan membuat perencanaan upaya pelestarian maleo. “Jangka waktunya 10 tahun, setiap tahun ada rencana kerja tahunan bersama Kelompok Kerja,” Syihabudin memaparkan.
Sejauh ini, kolaborasi bersama Pertamina EP masih baru tahap awal. “Ini baru prakondisi, meski anggarannya sudah ada. Nanti yang melaksanakan Kelompok Kerja Konservasi Maleo. Yang independen, karena aturan tidak membolehkan Balai menerima dana. Nanti ada anggaran dobel, silahkan LSM yang melakukan. Kelompok Kerja juga baru seminggu lalu melihat kondisi Bakiriang,” kata Syihabudin, “kemarin sudah laporan.”
Ketua Kelompok Kerja Konservasi Maleo, Irham menyatakan, “Kebetulan kita juga baru pulang dari Bakiriang.” Dari pengamatan Irham, banyak indikator yang menyebabkan menurunnya populasi maleo di kawasan suaka. “Perkebunan, perambahan kawasan dan lalu lintas penduduk di sekitar daerah peneluran.”
Maleo dari pegunungan Batui turun ke pantai melalui jalur alami. Jalan manusia memutus jalur itu. “Kalau dulu dia turun siang hari, mungkin sekarang malam atau sore pada saat-saat sepi.”