Harapan Ekowisata di Nanga Raun

By , Senin, 24 Desember 2012 | 15:00 WIB
Warga desa bergantian maju ke depan untuk menyempurnakan lokasi berikut gambar ilustrasinya pada kertas berukuran lebar yang ditempel di dinding. Kebanggaan masyarakat akan alam dan budayanya perlu didorong. (Reynold Sumayku/NGI)

Meskipun ada yang bernada minor, sebagian besar warga Nanga Raun antusias. Dalam kelompok yang bertugas membuat daftar tentang adat dan tradisi yang masih berjalan, kertas kosong yang disediakan oleh fasilitator harus ditambah berkali-kali mengingat banyaknya tradisi yang diusulkan masuk ke dalam daftar.

Tahap terakhir adalah pembuatan denah sederhana tentang wilayah desa dan lokasi-lokasi yang mungkin menarik bagi wisatawan.

Melalui denah tersebut, tergambar bahwa aktivitas yang potensial dikembangkan selain menyaksikan tradisi dan budaya adalah penelusuran sungai, pengamatan satwa, penelusuran gua, perjalanan lintas alam, hingga pemanjatan tebing. “Daya tarik utama di Nanga Raun adalah Bukit Tilung yang banyak menyimpan legenda,” kata Maksimus, warga.

Hanya perlu mempertontonkan

“Dulu, emas dan gaharu masih mudah dicari. Sekarang sulit. Tapi ada peluang lain agar perekonomian berputar, yakni dengan mempertontonkan alam, budaya, dan tradisi kepada turis. Kita tidak usah mengambil apa-apa, hanya perlu mempertontonkan dan memelihara,” papar kata Hermas kepada masyarakat.

Dalam Garis Besar Pedoman Pengembangan Ekowisata Indonesia (1999) disebutkan bahwa kebijakan pengembangan ekowisata merupakan bagian dari pengembangan pemanfaatan keanekaragaman hayati non-ekstratif, nonkonsumtif, dan berkelanjutan.

Kapuas Hulu sendiri beberapa tahun lalu pernah mencanangkan diri sebagai kabupaten konservasi. Dua taman nasional—Danau Sentarum dan Betung Kerihun—termasuk wilayah kabupaten ini. Pegunungan dan hutan di pedalaman Kapuas Hulu merupakan aset yang perlu dilindungi karena merupakan mata air bagi Sungai Kapuas, Mahakam, serta Batang Aek di wilayah Malaysia. Sungai-sungai itu menopang kehidupan jutaan manusia sepanjang daerah alirannya.

Tiga jenis kegiatan ekowisata yang dapat menjadi andalan kabupaten ini adalah petualangan, alam, dan budaya. Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kapuas Hulu Alex Rombonang yang ditemui di ruang kerjanya di Putussibau mengatakan bahwa di masa mendatang terdapat target lain: Kapuas Hulu harus menjadi destinasi ekowisata utama di Kalimantan.

“Festival Danau Sentarum pada pekan kedua Desember serta pembukaan secara resmi Pos Lintas Batas Badau di Kapuas Hulu dengan Lubok Antu di Serawak mudah-mudahan ikut mendukung promosinya,” ujar dia. Satu hal lagi yang mendukung adalah pembangunan jalan lintas provinsi yang menghubungkan Putussibau dengan Melak (Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur).

Jalan antarprovinsi yang menghubungkan Putussibau (Kalbar) dengan Melak (Kaltim) tengah dikerjakan. Kemudahan akses bukanlah daya tarik utama dalam ekowisata. (Reynold Sumayku/NGI)

Jalan tersebut sedang dalam proses pengerjaan. Apabila selesai, akan sangat mempermudah akses menuju desa yang terkenal akan Sungai Mandai dan Bukit Tilung.

Saat ini untuk menuju ke Nanga Raun dari Putussibau memakan waktu antara tiga-empat jam lewat jalan darat dan lebih lama lagi apabila lewat sungai. Di masa mendatang, waktu tempuh itu terpangkas setengahnya.

Bagaimanapun, lagi-lagi, kemudahan akses belum tentu sebuah keuntungan dalam ekowisata. Kemudahan akses dapat pula menjadi bumerang apabila masyarakat setempat belum siap secara mental.