Sebut saja, elang hitam, rangkong badak, enggang gading, srigunting kelabu, layang-layang api dan burung gereja. Desa ini menjadi pusat kegiatan dan pangkalan induk (base camp) dalam perjalanan kami kali ini.
Desa Tanjung Lokang berada di tepi Sungai Bungan, salah satu sistem DAS yang mengalir di kawasan Betung Kerihun dan termasuk wilayah Kecamatan Kedamin, Kabupaten Kapuas Hulu. Daerah ini dihuni oleh sekitar 100 kepala keluarga (KK) Suku Dayak Hovongan, yang memiliki pertautan sejarah dengan Dayak Punan di Kalimantan Timur.
Selain dipimpin seorang kepala desa, mereka memiliki seorang kepala adat. Tugasnya, mengawal hukum adat dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana Suku Dayak lainnya, Dayak Hovongan memiliki kehidupan warisan nenek moyang. Keseharian mereka diisi dengan berburu, meramu dan berladang. Sebagian warga mencari rezeki lebih dengan mencari sarang burung walet dan gaharu, komoditas yang bernilai tinggi.
Di kala kemarau tiba, mereka menuju tepian sungai untuk mencari emas dengan cara tradisional. “Hukum adat tak mengizinkan kami memakai mesin berkekuatan besar dan merkuri,” kata Muya, mantan Kepala Desa Tanjung Lokang saat berkeliling desa.
Sungai Bungan memang relatif aman terhadap pencemaran merkuri kendati banyak warga desa yang mencari emas di tepi sungai.