Atasi Kesenjangan Digital dengan Internet Masuk Desa

By , Kamis, 6 Juni 2013 | 07:00 WIB

Siang itu, Sabtu (1/6), sekumpulan murid sekolah dasar berseragam pramuka berlarian ke mobil biru yang baru parkir di pelataran pada area objek ziarah dan wisatagl Makam Sunan Gunung Jati, Kecamatan Gunungjati, Cirebon. Di mobil biru itu tercetak besar-besar tulisan: "KEWAJIBAN PELAYANAN UNIVERSAL".

Mereka merupakan murid-murid dari SDN 01 Astana. Desa Astana, tak jauh dari Kota Cirebon, jadi salah satu desa yang kini ikut terjangkau fasilitas internet masuk desa. Saat bagian belakang mobil dibuka, langsung nampak enam unit komputer laptop; 4 buah di sisi kanan dan 2 buah lagi di sisi kiri, beserta mejanya.

Anak-anak desa lainnya makin banyak bermunculan. Ada yang sudah berganti dari pakaian seragam. Sangat antusias, mereka beramai-ramai di depan komputer. Meski setelah diamati, ada anak yang sudah paham dan terbiasa mengoperasikan perangkat ini, tapi kebanyakan anak yang masih taraf mencoba-coba.

Dewasa ini, dengan media komputer yang dilengkapi teknologi informasi (internet), sudah terbuka luas akses segala informasi. Kementerian Komunikasi dan Informasi Indonesia memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan akses internet dan memfasilitasinya, terutama di daerah yang belum memiliki fasilitas memadai.

Program yang dilakukan Badan Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) Depkominfo ini demi mendukung penyelenggaraan Desa Pinter (Desa Punya Internet). Dua program yang diluncurkan sejak akhir tahun 2010 yaitu Pusat Layanan Internet Kecamatan (PLIK), juga Mobile PLIK (M-PLIK) yang sifatnya bergerak.

Tujuannya melayani kebutuhan internet yang sehat, aman, cepat, dan murah di daerah-daerah kecamatan yang belum mendapatkan akses tersebut.

Penyelenggaraan akses telekomunikasi dan internet bagi desa terpencil, daerah perbatasan, dan daerah perintisan, oleh pemerintah—secara khusus Depkominfo— melalui program Kewajiban Pelayanan Umum (KPU) ini, diatur atas kerjasama pihak ketiga yakni penyedia jasa dengan sistem kontrak penyelenggaraan selama empat tahun.

M-PLIK Gunungjati juga tidak terkecuali dikelola dengan perjanjian kemitraan. Wawan Hendarwan (44), mitra M-PLIK di Desa Astana, mengutarakan bagaimana fasilitas akses internet M-PLIK ini disambut baik masyarakat.

Ia menerangkan, kewajiban mengoperasikan M-PLIK adalah 4 jam/hari, tetapi juga dijalankan berdasarkan permintaan dari masyarakat. "Biasanya berjalan 4 jam sehari, saya selalu mencari lokasi-lokasi tertentu di mana masyarakat sekitar membutuhkan fasilitas ini, seperti pusat-pusat keramaian, atau tempat berlangsungnya suatu kegiatan," kata Wawan.

Walaupun berperan meningkatkan cakralawa pengetahuan baru, M-PLIK bukannya tanpa kendala.

Selama ini, Wawan perlu menanggung biaya operasional berupa biaya bahan bakar solar dan genset, serta imbalan bagi 3 orang selaku penanggung jawab, operator, dan pengemudi M-PLIK. Untuk menutup biaya operasional, Wawan punya akal menjual makanan dan minuman ringan sambil berkeliling. Namun itu sering tidak mencukupi.

"Bila ingin optimal, bantu kami dengan biaya operasional. Apa yang diupayakan ini, akan bertahan atau tidak? Sebab kalau sudah tidak sanggup, maka mitra pengelola akan mengembalikan," ungkapnya.

Keberadaan PLIK dan M-PLIK tersebar di berbagai wilayah kecamatan di Jawa Barat. Begitu pula untuk Kabupaten Cirebon sendiri, M-PLIK terdapat di 5 kecamatan.