Pada 2004, dua rover milik NASA, Opportunity dan Spirit, melampaui kemampuan manusia dengan lebih dulu menjelajahi planet Mars. Mereka menemukan petunjuk meyakinkan bahwa sepertinya terdapat ‘tumpahan’ air yang melintasi Mars.
Namun, seluruh penemuan ini didapatkan tidak dengan mudah. Setelah pendaratan Spirit pada 4 Januari, harapan para ‘pemburu air’ di Kawah Gusev sempat menguap. Sebabnya, Spirit menatap sebuah daerah yang tak rata, dataran berbatu-batu.
“Semua itu hanyalah lava basalt yang masif, keras, dan retak-retak,” ujar Steve Squyres, ahli geologi planet dan merupakan pemimpin misi Spirit dan Opportunity pada 2004 silam.
Hasil foto jarak pendek Spirit yang pertama di dekat bebatuan hanya bisa menemukan sejumlah kecil mineral yang diendapkan oleh air. Ini justru menandakan bahwa bebatuan akan makin lembap dari waktu ke waktu, namun tak pernah dibasahi air.
Penjelajah mengirim sebuah pemandangan yang menggugah rasa ingin tahu tetapi juga membuat frustrasi. Gambar ini menunjukkan sebuah garis perbukitan rendah ke arah tenggara. Dengan tinggi sekitar 90 meter, perbukitan ini berhasil mendahului aliran lahar, yang sepertinya hanya mengalir di sisi-sisi perbukitan.
Mereka mungkin memiliki sebuah perbedaan, sejarah terbasah, tetapi perbukitan ini berjarak tiga kilometer dari posisi Spirit. Usai Spirit memeriksa kawah terdekat yang dinamakan Bonneville, juga dipenuhi basalt, para pengendali mengirimnya melintasi belantara tersebut.
Dia bergerak cepat dalam satu garis lurus menuju jarak yang jauh, dinamakan Perbukitan Columbia sesuai dengan nama pesawat angkasa luar NASA yang meledak dan jatuh.
Spirit mengalami beberapa kesulitan ketika memori komputer mereka terlalu penuh dengan data, tetapi sekarang permasalahannya adalah Spirit tak bisa mengirimkan sinyal dengan ‘benderanya’. Para pengendali menyesuaikan program pengatur kecepatan Spirit yang dapat membantunya mengatasi rintangan ketika berjalan dan mempercepat perjalanannya melewati dataran berbatu antara Kawah Gusev dan Perbukitan Columbia.
Dalam beberapa hari dia berjalan lebih dari 120 meter. “Kami menjelajah dengan secepat mungkin,” ujar Doug Ming dari Johnson Space Center NASA.
Pada hari ke-156 –pada medio Juni waktu Bumi- Spirit menggapai perbukitan tersebut. “Perbukitan itu tampak seperti sebuah benua lain (sangat berbeda dengan kawah dan dataran sebelumnya),” ujar anggota tim ilmuwan, Larry Crumpler, seorang ahli geologi di New Mexico Museum of Natural History and Science.
Tak jauh dari perbukitan tersebut terdapat batu yang sangat besar yang kemudian dinamakan Plymoth Rock, sebagai penanda kedatangan Spirit di sebuah tanah yang menjanjikan.
Perbukitan Columbia tampaknya terbentuk dari abu gunung api dan puing-puing meteorit. Tetapi tak seperti batuan keras dari dataran yang tersusun dari batuan gunung api, bebatuan ini kerapkali lunak - malahan hampir berkapur, tentu tak sulit ketika Spirit menggerusnya.
Beberapa terlihat lapuk yang bisa menjadi tanda adanya air. Teksturnya sendiri mengimplikasikan bahwa air pernah mengalir melalui bebatuan ini. Ini sebuah kesimpulan yang makin mendalam saat Spirit menemukan mineral yang menjadi indikator sangat kuat.