Sore Menuju Senja di Jalur Rempah Banda Neira, Kepulauan Rempah

By National Geographic Indonesia, Rabu, 18 Agustus 2021 | 12:58 WIB
Penduduk Negeri Salamun mandi di pantai dan bermain perahu saat matahari mulai menjelang ke peraduan. Di latar belakang, terlihat pulau Gunungapi Banda dan Pulau Naira. (Feri Latief/National Geographic Indonesia)

 

Selama seminggu ia membagi pengalamannya dalam mencipta lagu. Puncaknya, ya konser itu. Anak-anak Banda Neira digemblengnya untuk berkarya. Pengajarannya lewat pertemuan di dunia maya atau daring dan sisanya lewat pertemuan tatap muka langsung di kelas selama tiga hari pada tanggal 2-4 Agustus 2021.

Murid-muridnya diajak untuk menjadikan apa yang dimiliki sebagai sumber inspirasi mencipta lagu. Apalagi Kepuluan Banda memiliki alam nan indah permai.

“Mereka hidup di sini, mereka bisa cerita keluar,” ujar Is.

Kondisi alam Kepulauan Banda yang elok ini menjadi bagian identitas mereka. Lebih lanjut Is bercerita saat pertama kali menjejakkan kaki di Banda Neira.

“Kemarin saya baru posting di Instagram saat mendarat disini. Jangan pernah melupakan identitas. Karena identitas itu yang membuat kita punya arti, jangan pernah kita lupakan apalagi dilepaskan,” tegasnya.

Baca Juga: Sihir Senja di Kepulauan Banda dan Kampung-kampung Nasionalisnya

(FERI LATIEF)

 

Anak-anak muda Banda Neira diajaknya mengenali kelebihan dan kekurangannya. Dibangun kesadarannya bahwa negeri tempat tinggal mereka adalah sumber inspirasi tanpa batas. Is juga membagikan teknis bagaimana membuat komposisi, penulisan lirik dan produksi sebuah karya.

Menurut salah satu peserta didiknya, Muhammad Junaedi Dide yang biasa dipanggil Ongen (31 tahun), Is mengajarkan bagaimana agar ia dan peserta lainnya memanfaatkan waktu dan membulatkan tekad untuk membuat sesuatu atau karya tanpa harus menunggu fasilitas tersedia. Harus berani memanfaatkan fasilitas yang ada.

Karena tinggal di kepulauan yang terletak di laut dalam yang jauh kemana-mana tentu saja fasilitas tidak bisa disamakan dengan yang tinggal di kota-kota besar. Kalau menurut Is, “Bass saja tidak ada di sini!”

“Kita tetap harus semangat, begitu intinya,” ujar Ongen yang juga arsitek jebolan salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar.

Banyak yang ia dapatkan selama mengikuti worksop penciptaan lagu ini. Yang membekas sekali dan selalu ia ingat adalah mereka saat diminta untuk rajin mendengarkan musik, lalu mempelajari nadanya, setelah itu berlatih membuat harmoni, dan yang terakhir membuat lirik lagu. Ke depan ia berharap fasilitas untuk bermusik semakin memadai di Banda Neira ini.

Baca Juga: Ketika Setengah Kilogram Pala Banda Dibeli Seharga Tujuh Sapi Gemuk