Nationalgeographic.co.id—“Kalau hanya senyum yang engkau berikan, Westerling pun tersenyum...” demikian seloroh Iwan Fals dalam salah satu lagunya. Turk, julukan Raymond Paul Pierre Westerling, mendadak sohor usai membantai ribuan jiwa rakyat Sulawesi Selatan selama 1946-1947.
Dia menerapkan teror pengadilan lapangan untuk mengorek informasi dari rakyat seputar keberadaan gerilyawan Republik. Tak hanya rakyat Sulawesi yang merinding, warga kulit putih pun gentar mendengar namanya. Dalam operasinya dia memiliki semboyan yang boleh dibilang bijak, "Jangan memaksa yang tidak bersalah untuk menutupi yang bersalah. Jangan memberi mereka kesamaan apa pun dan selalu berusaha untuk memisahkan yang bersalah dari yang tidak bersalah."
Rakyat Jawa Barat pun turut merasakan demam teror tatkala Westerling ditugaskan sebagai pelatih Depot Speciale Tropen, pasukan elit para-komando—pada 1947-1948. Setelah itu dia keluar dari dinas militer KNIL.