Zaman Perang Kemerdekaan, Mural Menjadi Senjata Semangat Kebangsaan

By Galih Pranata, Senin, 23 Agustus 2021 | 10:00 WIB
Slogan Nasionalisme Indonesia dilukis di monumen Gubernur Jenderal van Heutsz, Hindia Belanda pada 1945. (NIGIS/Wikimedia)

Harry Poeze dalam tulisannya menyebutkan, "Ahmad Soebardjo meminta nasihat kepada Tan Malaka untuk melakukan propaganda dengan semboyan-semboyan menggelorakan perjuangan". Tan Malaka kemudian melibatkan para pemuda untuk melakukan aksi mural dan coret-coret di jalanan, serta menyebar pamflet di mobil dan kereta yang bergerak ke luar Jakarta. "Semangat mati-matian ditunjukkan para pemuda untuk melawan musuh" tulisnya. 

Lasarus dalam karyanya berjudul Perjuangan Seniman Lukis Pada Masa Revolusi Fisik di Yogyakarta, yang dipublikasi pada 2009, menjelaskan tentang peranan seniman lukis dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia yang baru merdeka. "Terdapat pengaruh yang datang dari Jakarta, sampai ke Yogyakarta. Kereta api dan mobil angkutan umum datang dengan slogan perjuangan" tulisnya.

Baca Juga: Mohammad Hatta Meluruskan Kontroversi Peristiwa Rengasdengklok 1945

Mural yang dilakukan para pemuda di Kereta Api, sekitar tahun 1945. (Harmoko/Lasarus)

"Mural kemudian dilakukan di tembok-tembok jalan, rumah-rumah, sampai kepada toko-toko, dengan menggunakan cat minyak" tambah Lasarus. Para seniman Yogyakarta yang tergabung ke dalam Persatuan Tenaga Pelukis Yogyakarta (PTPY), melakukan aksi coret-coret di gedung kantor pos besar, tembok sepanjang Jalan Malioboro, pagar hotel Garuda, dan beberapa titik lainnya.

"Coretan dinding dibuat artistik (pelakunya seniman), bertuliskan 'Sekali Merdeka Tetap Merdeka, Merdeka atau Mati, Lebih Baik Mati Daripada Dijajah Lagi, Pertahankan Bendera Kita!'", tulis Lasarus.

Baca Juga: Benarkah Pao An Tui Membantu Belanda di Masa Perang Kemerdekaan?