Roti Widoro 1922: Resep Rahasia <em>Chef</em> Keraton Surakarta

By , Rabu, 18 September 2013 | 15:50 WIB

Dalam sehari, dari pukul setengah enam pagi sampai pukul lima sore, bisnis keluarga ini mampu memproduksi 1.000 buah. Selain kue bolu, diproduksi juga kue krumpul (roti sobek isi coklat) dan kue lapis mandarin. 

Soepardji, suami Tamtinah, tersenyum lebar sembari memamerkan tinggalan Wongsodinomo ketika merintis usaha Roti Widoro: bejana porselen yang disebut "patiman". (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Roti Widoro boleh dibilang unik, karena sejak 1960-an pembungkusnya adalah kertas sisa percetakan yang ditusuk dengan lidi sebagai pengancingnya.

“Kita tidak menggunakan staples untuk pengancing karena hasilnya tidak rapi, selain itu juga tidak aman, takut tertelan”, tutur Rayendra, salah seorang anak Tamtinah.

”Keunikan lainnya, roti kami tidak pakai campuran bahan pengawet atau pengembang. Meski tidak menggunkan pengawet, Roti Widoro mampu tahan sampai satu bulan.”“Pernah suatu ketika ada seorang kakek warga Belanda mampir untuk mencicipi,” kenang Rayendra. “Dan, dia berkomentar bahwa Roti Widoro masih bercita rasa sama seperti tempo dulu.”