Nationalgeographic.co.id—Melihat tulisan "kelabang raksasa" mungkin membuat Anda mulai bergidik. Bagaimana tidak? Kelabang kecil saja sudah membuat beberapa orang geli melihatnya, membayangkan sang kelabang tiba-tiba hinggap dan merayap di kaki.
Nah, sekarang bayangkan kelabang tersebut berukuran jumbo. Ukurannya sebesar tikus yang mungkin sering berjemur di selokan depan rumah Anda.
Kurang lebih seperti itulah gambaran dari kelabang Pulau Phillip (Cormocephalus coynei). Sesuai namanya, kelabang ini berasal dari Pulau Phillip, sebuah pulau kecil di antah berantah Samudra Pasifik. Pulau ini memiliki luas 190 hektar, dan berjarak 1.400 kilometer di sebelah timur benua Australia.
"Tubuhnya dilindungi dengan lapisan seperti perisai yang beruas-ruas di sekujur tubuhnya," tulis Luke Halpin di The Conversation. Halpin merupakan ahli ekologi asal Universitas Monash di Victoria, Australia. Ia terlibat langsung dalam penelitian terhadap kelabang ini.
Kelabang ini berukuran sangat besar, dan mampu tumbuh hingga 23,5 sentimeter. Sebagai pembanding, kelabang raksasa Amazon (Scolopendra gigantea) mampu mencapai 26 sentimeter, dan merupakan kelabang terbesar yang pernah dicatat Guinness World Records.
Saking besarnya, kelabang ini memiliki selera makanan yang tidak biasa. Halpin dan para peneliti yang melancong ke Pulau Phillip menemukan bahwa kelabang ini memakan hewan-hewan yang terkadang berukuran lebih besar darinya.
Daftar sasarannya sangat beragam, dari kadal tanah, tokek, jangkrik, hingga anak burung petrel sayap hitam (Pterodroma nigripennis). Setidaknya 48 persen makanan dari kelabang ini merupakan hewan vertebrata.
Baca Juga: Unik! Hewan Tanpa Mata Ini Memiliki 414 Kaki dan Empat Penis
Dalam penelitian ini, para peneliti juga menemukan bahwa kelabang Pulau Phillip menjadi ancaman terbesar bagi kematian anak burung petrel sayap hitam. Setidaknya 11 dari 56 (19,6 persen) sarang burung yang diteliti menjadi korban incaran kelabang ini pada 2018.
Sementara pada 2019, 5 dari 45 sarang yang diteliti (11,6 persen) menjadi korban. Dari observasi ini, peneliti memperkirakan bahwa para kelabang ini memakan setidaknya 2.109 hingga 3.724 anak burung petrel setiap tahunnya. Mereka mencapai 8 persen dari keseluruhan makanan kelabang ini.
Para kelabang Pulau Phillip memiliki kebiasaan berburu secara nokturnal. Mereka mulai menampakkan dirinya di tengah temaram malam, merayap di tanah dan pohon tempat burung petrel bersarang. Dengan bisanya yang sangat kuat, mereka mampu melumpuhkan tubuh mangsanya, dan mencabiknya hidup-hidup.
Menariknya, mereka juga terkadang mencuri sisa-sisa ikan di sarang burung camar uban (Anous minutus). Ikan ini berasal dari muntahan burung yang normal dilakukan untuk memberi makan anak-anaknya.
Baca Juga: Sejak Peristiwa Terbentuknya Bumi, Inilah Makhluk Tertua di Daratan
Penemuan mengagumkan sekaligus mengerikan ini membuat peneliti menyimpulkan bahwa sang kelabang merupakan predator puncak di pulau ini. Sebuah hal yang tidak wajar mengingat mereka tidak memiliki tulang belakang, dan berukuran jauh lebih kecil dibandingkan burung yang bersarang di sana.
Keseluruhan hasil penelitian ini kemudian dipublikasikan di American Naturalist pada 3 Agustus 2021.
Namun menariknya, peneliti melihat fenomena ini sebagai bagian penting dalam ekosistem Pulau Phillip dan sekitarnya. Para burung petrel dan anak-anaknya hanya memakan makanan laut saja, dan dengan membawa turun para anak burung petrel dari sarangnya, para kelabang ini membawa nutrisi laut ke tanah Pulau Phillip.
Baca Juga: Temuan Makhluk Aneh dari Laut Dalam, Seperti Kelabang Tanpa Kaki
Seperti dilansir dari Live Science, nutrisi ini menjadi vital dalam menghijaukan kembali pulau yang sebelumnya tandus akibat aktivitas manusia. Sebelum tahun 1980-an, pulau ini dijadikan sebagai penjara, dan manusia membawa hewan ternak seperti babi, kambing, dan kelinci yang merusak permukaan tanah. Barulah setelah hewan-hewan ini dibasmi, ekosistem Pulau Phillip mulai pulih kembali.
"Ini merupakan sebuah pemahaman baru terhadap bagaimana artropoda [hewan beruas seperti kelabang] mampu membangun dinamika rantai makanan di kepulauan," tulis Halpin dalam laporannya.
Alam bekerja dengan caranya yang terkadang mengherankan. Namun, dengan kelabang inilah ekosistem Pulau Phillip tetap lestari.
Baca Juga: Seekor Kura-Kura yang Menguntit, Membunuh, dan Memakan Anak Burung