Seabad Pengaruh Jepang pada Cara Tangkap Ikan di Sangihe dan Talaud

By Fikri Muhammad, Selasa, 31 Agustus 2021 | 08:00 WIB
Wiliam Landeng, Nelayan Tuna dari Desa Kauhis, Kecamatan Manganitu, Kabupaten Kepulauan Sangihe. (Stenly Pontolawokang/National Geographic Indonesia)

Nationalgeographic.co.id—Alex John Ulaen mengumpulkan ingatan kolektif dari para nelayan di Sangihe dan Talaud untuk mengungkap teknik penangkapan ikan di sana yang bersumber dari orang-orang Jepang.

Ada beberapa teknik penagkapan ikan di kedua tempat tersebut, menurut Alex yang juga seorang peneliti dari Maritime and Indigenous Culture Research Center Manado, yakni secara kolektif (maneke & mane'e) dan dengan instrumen/alat yang digunakan bernama seke

Kepulauan Sangihe dan Talaud merupakan simpang aktivitas maritim. Ia diapit oleh tiga lautan dan satu samudra. Pada dokumen kesejarahan, kawasan ini merupakan lintasan niaga, tutur Alex.

"Secara garis besar nelayan Sangihe & Talaud membedayakan laut menjadi tiga perkara. Laude (laut lepas), kawasan umum, dan kawasan privat (hak ulayat) laut," ucap Alex di acara bertajuk Japan-Indonesia Maritime Network in Southeast Asia Webinar Series.

Teknik penangkapan ikan juga bergantung pada kawasannya. Hak ulayat, misalnya, ada pedoman-pedoman terkait alat tangkap tradisional atau yang sudah moderen. Catatan sejumlah teknik penangkapan ini mengingatkan kita pada sistem muroami yang dikenalkan oleh nelayan Jepang. Namun, beberapa pendapat menuding bahwa praktik ini merusak karang. 

Kepulauan Sangihe menjanjikan kemandirian pangan dari segara. Ingatan kolektif dari para nelayan di Sangihe dan Talaud menyebutkan bahwa teknik penangkapan ikan di sana terinspirasi dari Jepang. (Stenly Pontolawokang/National Geographic Indonesia)