Tidak jauh dari pohon pembantaian, juga terdapat The Magic Tree. Untuk menyamarkan suara pembantaian yang penuh dengan teriakan dan suara-suara mencurigakan lainnya, di pohon ini digantung pengeras suara yang mengumandangkan lagu-lagu rakyat. Dengan lagu itu, suara sadisnya pembantaian akan tersamarkan.
Berdiri megah di tengah-tengah, terdapat memorial stupa. Bangunan berbentuk menara tinggi, dibangun sebagai perlambang simpati dunia akan peristiwa pembantaian. Saya melepas sepatu, dan berjalan menaiki tangga kecil yang ada di hadapan memorial stupa.
Di dalamnya, bersemayam ratusan tengkorak. Dijejerkan bertingkat-tingkat. Semua tengkorak itu ditemukan di area Choeung Ek, dikumpulkan dan disusun sedemikian rupa sebagai peringatan akan tragedi pembantaian Khmer Merah.
Saya melihat keadaan sekeliling. Sama seperti saya, para turis diam terkesima memperhatikan jejeran tengkorak di hadapannya. Sebagian dari mereka menangis. Saya sendiri terhenyak dan larut dalam kesedihan. Tempat ini mengajarkan saya untuk selalu menghargai sesama, dan menjunjung tinggi kemanusiaan.
*Artikel ini pernah diterbitkan dalam National Geographic Traveler Indonesia edisi Januari 2012.