DNA Pertama Penghuni Wallacea Ungkap Asal-Usul Penghuni Sulawesi

By Ricky Jenihansen, Jumat, 27 Agustus 2021 | 08:41 WIB
Tengkorak dan rahang wanita Toalean kuno, yang jasadnya ditemukan di sebuah gua di Sulawesi Selatan, Indonesia. (Universitas Hasanuddin)

Nationalgeographic.co.id—Sebuah analisis genetik baru mengungkapkan silsilah seorang wanita yang dikubur 7.200 tahun yang lalu di Leang Panninge, Sulawesi Selatan. Sisa-sisa purbakala itu adalah milik garis keturunan manusia yang sebelumnya tidak dikenal dan sudah punah.

Mereka menjuluki temuan kerangka wanita itu dengan Bessé'. Dia merupakan kerangka pertama yang diketahui dari budaya mencari makan awal Toalean. Kerangkanya ditemukan pertama kali saat penelitian arkeologi di Leang Panninge pada 2015, diekskavasi oleh Tim Arkeologi Universitas Hasanuddin yang dipimpin oleh Akin Duli bekerja sama dengan Stephen Chia dari Universiti Sains Malaysia.

Leang Panninge atau Gua Panningge merupakan situs arkeologi yang saat ini berstatus cagar budaya, berlokasi di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

Pada 2019, tim Australia dari Griffith University bekerja sama dengan Pusat Arkeologi Nasional dan Balai Arkeologi Makassar menyingkap lebih jauh tentang penanggalan temuan itu. Para peneliti menemukan, bahwa wanita purba itu merupakan kerabat jauh dari orang Aborigin Australia dan Melanesia saat ini, atau orang pribumi di pulau New Guinea dan Pasifik barat—yang nenek moyangnya adalah manusia pertama yang mencapai Oseania. Studi tersebut telah dipublikasikan secara daring di Jurnal Nature pada 25 Agustus 2021.

Akin Duli, dekan FIB Universitas Hasanuddin dan salah satu peneliti utama dalam studi Bessé', mengatakan kepada National Geographic Indonesia tentang temuan timnya. "Hasil analisis tentang umur dan DNA," ungkapnya, "menunjukkan bahwa rangka Bessé' merupakan bukti tertua manusia penghuni Pulau Sulawesi yang kerabat orang Papua dan Aborigin."

 

 

Cosimo Posth, salah satu pemimpin studi mengatakan bahwa wanita itu memiliki proporsi DNA yang signifikan dari spesies manusia purba yang dikenal sebagai Denisovan, seperti orang Aborigin Australia dan New Guinea. Hal itu sangat berbeda dengan pemburu-pengumpul kuno lainnya dari Asia Tenggara, seperti di Laos dan Malaysia, yang tidak memiliki banyak keturunan Denisovan.

Penemuan genetik ini menunjukkan bahwa Indonesia dan pulau-pulau sekitarnya, daerah yang dikenal sebagai Wallacea, "memang merupakan titik pertemuan untuk peristiwa pencampuran utama antara Denisovan dan manusia modern dalam perjalanan awal mereka ke Oseania," kata Posth kepada Live Science.

Posth yang juga seorang profesor di Senckenberg Center for Human Evolution and Palaeoenvironment di the Senckenberg Center for Human Evolution and Palaeoenvironment, mengatakan bahwa para peneliti telah lama tertarik pada Wallacea. Diperkirakan bahwa manusia purba melakukan perjalanan melalui Wallacea setidaknya 50.000 tahun yang lalu. Bahkan menurut peneliti, perjalanan itu telah dimulai sebelum 65.000 tahun yang lalu sebelum mereka mencapai Australia dan pulau-pulau sekitarnya.

Baca Juga: Di Antara Perairan Surgawi Papua, Leluhur Nusantara Membuat Coretan Unik Tentang Perjalanan Manusia

Pintu masuk Gua Leang Panninge di Sulawesi Selatan. (Leang Panninge research team)

Adam Brumm, seorang profesor arkeologi di Griffith University di Australia, kepada Live Science mengatakan bahwa sejak pertama kali ditemukan, tengkorak wanita tersebut telah menarik perhatian para arkeolog. Hal itu karena untuk pertama kalinya satu set kerangka manusia yang relatif lengkap ditemukan terkait dengan artefak budaya Toalean, pemburu-pengumpul penuh teka-teki yang mendiami semenanjung barat daya Sulawesi antara sekitar 8.000 hingga 1.500 tahun yang lalu.

“Orang-orang Toaleans adalah pemburu-pengumpul awal yang hidup terpencil di hutan Sulawesi Selatan dari sekitar 8.000 tahun yang lalu hingga 1.500 tahun yang lalu, berburu babi hutan dan mengumpulkan kerang yang dapat dimakan dari sungai,” kata Brumm dalam rilis Griffith University.Mereka menggali kembali Leang Panninge pada 2019 untuk mengklarifikasi konteks penguburan. Dalam penelitian itu mereka mengumpulkan lebih banyak sampel untuk penanggalan. Melalui penanggalan radiokarbon, tim dapat membatasi usia Bessé menjadi antara sekitar 7.300 hingga 7.200 tahun.Artefak Toalean hanya ditemukan di satu bagian kecil Sulawesi, meliputi sekitar 6 persen dari total luas daratan pulau, terbesar kesebelas di dunia.“Ini menunjukkan bahwa budaya masa lalu ini memiliki kontak terbatas dengan komunitas Sulawesi awal lainnya atau orang-orang di pulau-pulau terdekat, yang telah ada selama ribuan tahun dalam isolasi,” kata Adhi Agus Oktaviana, seorang peneliti di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, yang juga kandidat doktor di Griffith Center for Social and Cultural Research.Para arkeolog telah lama memperdebatkan asal usul Toaleans. Namun, analisis DNA purba dari tulang telinga bagian dalam Bessé sebagian mengonfirmasi pernyataan bahwa pemburu Toalean terkait dengan manusia modern pertama yang memasuki Wallacea sekitar 65.000 tahun yang lalu, nenek moyang orang Aborigin Australia dan Papua.

Para peneliti kemudian mempelajari DNA purba kerangka tersebut yang masih tersimpan di sekitar tulang telinga bagian dalam untuk mempelajari lebih lanjut tentang wanita itu. Analisis anatomi juga mengungkapkan bahwa wanita itu meninggal pada usia sekitar 18 tahun.

Serena Tucci, asisten profesor antropologi di Universitas Yale dan peneliti utama lab Human Evolutionary Genomics mengatakan, beberapa tahun yang lalu bahkan mereka tidak membayangkan dapat melakukan analisis tersebut. "Ini adalah pencapaian teknologi besar, seperti yang kita semua tahu DNA purba tidak terawetkan dengan baik di daerah tropis," katanya.

Baca Juga: Kisar, Pulau Terdepan di Indonesia yang Memiliki Kekayaan Gambar Cadas

 

Para peneliti menambahkan, analisis tersebut menandai pertama kalinya para peneliti mempelajari genom manusia purba di Wallacea. Analisis genetiknya telah mengungkapkan bahwa wanita purba itu sama-sama berkerabat dengan Aborigin Australia dan Papua saat ini. "Namun, garis keturunan khususnya memisahkan diri dari populasi ini pada titik awal waktu," kata Brumm.

Kendati demikian, dalam laporan penelitiannya, peneliti juga diungkapkan bahwa garis keturunan wanita ini sepertinya tidak ada lagi saat ini. Itu membuatnya menjadi garis keturunan manusia yang berbeda yang sebelumnya tidak diketahui.

Dengan kata lain, kata Brumm, wanita Toalean kuno ini memiliki genom yang tidak sama seperti orang atau kelompok modern mana pun yang diketahui dari masa lalu. Itu berarti, para peneliti tidak menemukan bukti bahwa orang-orang modern Sulawesi adalah keturunan dari pemburu-pengumpul Toalean, setidaknya berdasarkan genom wanita ini.

Baca Juga: Lukisan Cadas 45.500 Tahun Asal Sulawesi Jadi Temuan Tertua di Dunia

Wallacea, yang mencakup sebagian Asia Tenggara, dengan sisipan gambar provinsi Sulawesi Selatan. (Kim Newman)

"Mungkin wanita Toalean ini membawa nenek moyang lokal dari orang-orang kuno yang tinggal di Sulawesi sebelum Australia dan pulau-pulau sekitarnya dihuni," kata para peneliti.

Tucci mengatakan, dari analisis tersebut, para peneliti telah belajar bahwa adalah populasi yang sebelumnya tidak dikenal yang bermigrasi ke seluruh wilayah ini. Mungkin pada waktu yang hampir bersamaan dengan nenek moyang populasi saat ini di Papua atau Australia.

Meskipun garis keturunan wanita ini menghilang, semua populasi ini hidup berdampingan sampai relatif baru-baru ini, yang membuka banyak pertanyaan tentang interaksi populasi dari genetik tetapi juga dari perspektif budaya. "Secara keseluruhan, penelitian ini sangat menarik dan memesona," kata Tucci.

Penelitian arkeologi di Leang Panninge merupakan kerja sama antara Griffith University dan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (ARKENAS), dan Balai Arkeologi Makassar. Beberapa penelitinya merupakan mahasiswa PhD Griffith University, yakni Basran Burhan, Adhi Agus Oktaviana, David McGahan, Yinika Perston, dan Kim Newman.

Baca Juga: Gambar Cadas Purbakala di Sulawesi Terancam Rusak oleh Perubahan Iklim