Beberapa Berlian Langka Ternyata Terbentuk dari Sisa Makhluk Hidup

By Utomo Priyambodo, Senin, 30 Agustus 2021 | 21:23 WIB
Ilustrasi berlian. (RTimages)

Nationalgeographic.co.idBerlian telah menjadi batuan yang diminati banyak orang dan berharga sangat mahal. Namun tampaknya masih banyak yang belum manusia pelajari tentang bagaimana berlian terbentuk jauh di dalam bumi.

Penelitian terbaru telah menemukan bahwa dua jenis berlian langka yang berbeda memiliki cerita asal yang sama. Kedua jenis berlian tersebut terbentuk dari daur ulang organisme yang pernah hidup lebih dari 400 kilometer atau 250 mil di bawah permukaan bumi.

Ada tiga jenis utama berlian alami. Yang pertama adalah berlian litosfer, yang terbentuk di lapisan litosfer sekitar 150 hingga 250 kilometer atau 93 sampai 155 mil di bawah permukaan bumi. Ini adalah berlian yang paling umum, dan mungkin jenis berlian yang Anda temukan di cincin pertunangan.

Lalu ada dua jenis yang lebih langka, yakni berlian samudra dan berlian kontinental super dalam.

 

Seperti namanya, berlian samudra ditemukan di batuan samudra. Adapun berlian kontinenal dalam adalah berlian yang terbentuk antara 300 dan 1.000 kilometer atau antara 186 dan 621 mil di bawah permukaan bumi.

Sebagai gambaran kedalaman ini, kita mengkategorikan luar angkasa sebagai 100 kilometer atau 62 mil di atas permukaan laut. Sementara Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) mengorbit sekitar 400 kilometer atau 250 mil di atas Bumi

Di sisi lain manusia tidak pernah berhasil menggali lebih dalam dari 12,2 kilometer atau 7,6 mil ke dalam tanah. Jadi, berlian kontinental super dalam terbentuk super jauh di dalam mantel bumi.

Baca Juga: Antara Emas dan Berlian, Manakah yang Lebih Langka di Bumi?

Berlian 3,85 karat ini ditemukan oleh seorang remaja, Tana Clymer, di Kawah Berlian. (Crater of Diamonds State Park via AP/National Geographic News)

Seperti nama dan asalnya, berlian samudra dan berlian kontinental super dalam tampak sangat berbeda. Karena variasi dalam karakter khas isotop karbon yang disebut δ13C (delta karbon tiga belas) dapat digunakan untuk menentukan apakah karbon tersebut berasal dari organik atau anorganik, para peneliti sebelumnya telah menyarankan bahwa berlian samudra awalnya terbentuk dari karbon organik yang pernah ada di dalam makhluk hidup.

Di sisi lain, berlian kontinental super dalam memiliki jumlah δ13C yang sangat bervariasi. Sulit untuk mengatakan apakah jenis berlian ini terbuat dari karbon organik atau tidak.

Namun dalam makalah studi terbaru ini, yang dipimpin oleh ahli geologi dari Curtin University bernama Luc Doucet, tim menemukan bahwa inti berlian kontinental super dalam memiliki komposisi δ13C yang serupa. Anehnya, ini berarti, seperti berlian samudra, permata ini juga mengandung sisa-sisa makhluk yang pernah hidup.

"Penelitian ini menemukan bahwa mesin bumi sebenarnya mengubah karbon organik menjadi berlian ratusan kilometer di bawah permukaannya," ujar Doucet, seperti dilansir Science Alert.

"Batuan yang menggelembung dari mantel bumi yang lebih dalam, yang disebut bulu mantel, kemudian membawa berlian kembali ke permukaan bumi melalui letusan gunung berapi untuk dinikmati manusia sebagai batu permata yang dicari-cari."

Kembali ke litosfer, beberapa berlian dalam ini menjadi inti yang terbungkus kerak berlian anorganik, yang isotopnya cocok dengan berlian dari litosfer. Ini menjelaskan mengapa komposisi δ13C dari berlian kontinental super dalam sangatlah bervariasi.

Baca Juga: Ilmuwan Temukan Kuadriliun Ton Berlian di Bawah Permukaan Bumi

Berlian, kerap menjadi lambang keabadian—salah satunya ekspresi cinta—berabad lamanya. (Ken Tannenbaum/Shutterstock)

Laporan penelitian baru yang telah diterbitkan di jurnal Scientific Reports ini bukanlah akhir dari cerita mengenai berlian kontintenal super dalam. Para ilmuwan masih penasaran mengapa berlian dalam dan langka yang ditemukan lebih dalam dari litosfer itu menggunakan karbon organik daur ulang tersebut.

"Ini mungkin ada hubungannya dengan lingkungan fisik-kimia di sana", tutur Zheng-Xiang Li, ahli geologi dari Curtin University.

"Tidak jarang penemuan ilmiah baru menimbulkan lebih banyak pertanyaan yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut," ucapnya.

Baca Juga: Berlian Terbesar Ketiga di Dunia Baru-Baru Ini Ditemukan di Afrika