Rendang-rendang kemudian disajikan dalam ratusan piring, yang dialirkan menuju meja makan melalui tangan satu ke tangan lain. Tangan-tangan yang mengalirkan rendang dan nasi putih itu menyerupai jalinan tali persaudaraan yang sambung- menyambung. Lalu piring-piring makanan bertumpuk-tumpuk rapi di meja makan.
Tak lama berselang, dimulailah pesta makan rendang kerbau bersama. Siapa pun yang hadir di Taman Budaya malam itu boleh menikmati sajian sepotong rendang dan nasi putih.
Mengapa rendang jadi pilihan? Lucia memang tidak bisa menjelaskan secara lebih detail. Namun, budayawan Dayak, Korrie Layun Rampan, melihat, pesta besar pada suku Dayak hampir selalu mengurbankan kerbau. Di sisi lain, masyarakat Dayak sudah lama hidup berdampingan dengan suku lain, seperti Melayu (Kutai), Banjar, dan Bugis.