"Saya identifikasikan, perempuan tubuhnya menjadi untuk showing (pamer) keberhasilan mendapatkan barang atau hasil tukar, untuk diletakkan pada perempuan dalam bentuk aksesoris yang lain," dia berpendapat.
"Ada sesuatu yang hebat lewat fashion. Adanya kehebatan seseorang ketika dia membawa barang atau mengumpulkan barang atau menukarkan barang, dan perempuan menjadi 'obyek'."
Widya mengisahkan Ratu Kalinyamat dari Jepara sebagai satu contoh peran perempuan untuk jalur rempah. Dia menikah Sultan Hadlirin (Tjie Bin Thang/Thayib) dari Aceh yang pernah merantau ke Tiongkok agar tidak menjadi penerus tahta kesultanan.
Baca Juga: Dewi Sri, Sosok Perempuan Sebagai Penjaga Kemakmuran Alam Semesta
Dalam hubungannya dengan Sultan Hadlirin, Ratu Kalinyamat berlajar banyak dari pengalaman sang suami. Ketika suaminya dibunuh oleh kerabatnya, Ratu Kalinyamat terus berjuang untuk tetap menegakkan kedaulatan Jepara.
"Jepara itu tempat produksi kapal untuk Pati Unus melawan di Malaka dan Aceh," terang Widya. "Jepara ini enggak punya rempah, hanya beras. Tapi Jepara berperan penting untuk produksi kapal di kiri dan kanan [negaranya]."
Baca Juga: Menyelisik Pendidikan Perempuan di Taman Siswa Awal Abad ke-20
Jepara yang terletak di pesisir itu adalah titik perdagangan penting dari wilayah lainnya, termasuk luar Nuntara seperti Arab, Tiongkok, dan India.
"Ini luar biasa, yang jelas intinya adalah satu hal bahwa walaupun mereka itu orang Indonesia yang kontak dengan banyak orang lain, mereka enjoy menggunakan kebudayaannya itu. Keep local culture. Di situ perempuan mencoba mencukupi kebutuhannya itu."
Baca Juga: Filosofi Kuasa Perempuan di Balik Penutup Kepala Tradisional