Daun-daun Purba Berusia 23 Juta Tahun, Gambaran Masa Depan Bumi

By Hanny Nur Fadhilah, Kamis, 2 September 2021 | 17:00 WIB
Daun berumur 23 juta tahun, masih terawetkan dengan baik. (JENNIFER BANNISTER / UNI OTAGO)

Bagaimana daunnya diawetkan dengan baik?

Tinggalan tersebut terletak di sebuah peternakan dekat kota Dunedin, Selandia Baru bagian selatan. Di danau kawah purba, lapisan sedimen yang berurutan terbentuk dari lingkungan sekitarnya selama puluhan juta tahun.

Danau itu dalam dan memiliki tingkat oksigen yang rendah di dasarnya, yang berarti bahwa setiap daun prasejarah yang tenggelam di sana tetap relatif terpelihara dengan baik, meskipun berusia 23 juta tahun.

Ilmuwan yang mensurvei situs untuk menemukan fosil (WILLIAM D'ANDREA)

Baca Juga: Dianggap Sebagai Tanaman Pengganggu, Daun Patikan Kebo Ternyata Punya Banyak Manfaat

Ini termasuk daun yang tak terhitung jumlahnya dari hutan hijau sub-tropis. Endapan tersebut memiliki struktur berlapis dengan bahan organik kehitaman yang berselang-seling dengan pita bahan kaya silika keputihan yang disusun oleh alga yang mekar setiap musim semi.

Fitur ini diakui hanya dalam waktu sekitar 15 tahun terakhir; ilmuwan menjulukinya Foulden Maar. Ini adalah satu-satunya tinggalan yang diketahui dari jenisnya di Belahan Bumi Selatan, dan jauh lebih terpelihara daripada beberapa yang serupa yang diketahui dari utara.

Bagaimana rasanya bekerja dengan bahan kuno seperti itu?

Struktur melingkar yang terlihat pada spesimen ini adalah jaringan reaksi daun terhadap beberapa bentuk makanan serangga atau parasitisme (JENNIFER BANNISTER / UNI OTAGO)

Tammo Reichgelt mengatakan dia merasakan tanggung jawab besar dan "semacam penghormatan yang luar biasa" bekerja dengan fosil dengan kualitas prima, dan tidak pernah terusik.

Dia menggambarkan proses penggalian bahan fosil dari lubang yang digali ke dalam endapan di kawah. Fosil tersebut sudah terpapar unsur yang sangat berangin, cerah dan jenuh dengan hujan, tapi hal itu membuat pekerjaannya sangat menantang.

"Daun terbesar yang pernah saya temukan adalah pada hari yang basah dan batu rapuh hancur di tangan saya dengan daun di atasnya", katanya dikutip BBC.

"Tak ada yang bisa menyelamatkannya. Ketika hal semacam ini terjadi, perutmu turun dan kamu merasa seperti baru saja menghancurkan makam firaun," tutupnya.

Baca Juga: Pelukis Affandi Koesoema dan Takdirnya dalam Naungan Daun Pisang