Nationalgeographic.co.id - Semasa Hindia Belanda, pedofilia identik dengan homoseksualitas. Salah satunya tergambar dalam catatan harian Djalan Sampoerna milik Soetjipto pada 1920-an dengan seorang laki-laki yang usianya jauh darinya.
Di Nusantara ada pula praktik pedofilia, sebagaimana yang diamati Snouck Hurgronje dalam Atjeh Verslag pada 1892. Yakni, pria Aceh menyukai anak laki-laki Nias, dan menjadikannya budak yang biasanya dilatih menari Rateb Seudati.
Achmad Sunjayadi dalam buku Bukan Tabu di Nusantara memaparkan, Rateb ini biasanya dilakukan oleh 15 sampai 20 anak laki-laki tampan yang mengenakan pakaian perempuan. Tarian itu biasanya diiringi sajak oleh para seudati dan para dalem dengan corak erotis, dan kadang-kadang berunsur homoseksual.