Laba dari Bahan Campuran Herbisida

By , Kamis, 6 Februari 2014 | 11:00 WIB

Adjuvant Herbisida kini telah dipasarkan di Banyuwangi dan perkebunan sawit di Sumatera. Saat ini produksinya sudah mencapai 1.000 liter per bulan. Produk ini dibanderol dengan harga Rp30.000 per liter. "Harga herbisida di pasaran minimal Rp50.000/liter. Harga mereka jauh lebih mahal dari produk kami karena mereka 100 persen bahan aktifnya masih impor," tuturnya.

Untuk memasarkan produknya, Kukuh Roxa Putra Hadriyono dan timnya lebih banyak melakukan penjualan secara langsung ke petani. Sedangkan untuk penjualan ke perkebunan dia menggandeng distributor. Ke depannya, Kukuh akan lebih banyak menyasar perkebunan sawit dan tebu. "Kebutuhan herbisida di kebun sawit dan tebu sangat tinggi," ujar Kukuh.

Selama dua sampai tiga bulan terakhir, ia mengaku cukup banyak mendapatkan permintaan dari perusahaan perkebunan. Namun, belum semua permintaan tersebut dapat dipenuhi. Pasalnya, Kukuh ingin memperbaiki sistem manajemen perusahaan terlebih dulu.

Novrian, salah satu pembeli adjuvant herbisida yang juga memiliki perkebunan di Palembang menuturkan, dengan campuran adjuvan pada herbisida, dia bisa menghemat pengeluaran. Biasanya dia memakai herbisida sebanyak 4 liter per ha dengan harga beli Rp55.000 per liter. Dengan campuran adjuvant yang dibeli seharga Rp30.000 per liter, dia hanya membutuhkan dua liter herbisida. Sehingga dia menghitung bisa menghemat Rp50.000 per ha per sekali semprot dalam dua bulan.

Selama ini produk sawit Novrian sulit diterima di pasar Eropa karena tidak lulus standar Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Dia berharap dengan pengurangan penggunaan kadar herbisida, produknya akan diterima dengan mudah di berbagai negara di Eropa.

Pengamat wirausaha, Khoerussalim Ikhsan, menilai bisnis adjuvant menarik. Prospeknya bagus karena Indonesia merupakan negara agraris. Di masa datang pangsa pasar untuk bisnis ini akan tetap ada. Dari sisi harga pun, produk ini bisa bersaing dengan herbisida yang sudah dikenal di pasaran.

Akan tetapi, menurut Khoerussalim, Pandawa Putra Indonesia, perusahaan yang Kukuh pimpin ini memiliki tugas yang cukup berat untuk meyakinkan petani agar mau menggunakan produk ini. Pasalnya, karakter petani dalam negeri cukup sulit untuk diyakinkan. "Petani itu harus melihat bahwa produk ini benar-benar berhasil diterapkan, baru mau membeli,"