Saat Abu Vulkanik "Menginfeksi" Pesawat

By Dok Grid, Selasa, 18 Februari 2014 | 11:30 WIB
Gunung Sinabung menyemburkan material vulkanik saat erupsi, di Karo, Sumatera Utara, Selasa (7/5/2019). Gunung Sinabung berstatus Awas (level IV) kembali erupsi dengan tinggi kolom abu vulkanik mencapai 2.000 meter. (ANTARA FOTO/SASTRAWAN GINTING)

Tujuh bandar udara ditutup setelah Gunung Kelud meletus, Kamis (13/2). Ini berdampak ratusan penerbangan batal.

Kebijakan itu perlu dilakukan karena abu vulkanik bisa mematikan mesin pesawat serta memicu keretakan kulit badan pesawat.

Matinya mesin pesawat adalah kekhawatiran terbesar atas dampak abu vulkanik letusan gunung berapi terhadap penerbangan.

Ahli propulsi pesawat dari Institut Teknologi Bandung, Firman Hartono mengungkapkan, mesin pesawat bekerja dengan mengisap udara. Jika udara mengandung abu vulkanik, abu pun akan terisap dan dipastikan mengotori kompresor bagian depan.

Abu vulkanik yang lolos dari kompresor juga akan masuk ke ruang pembakaran (combusting chamber) mesin sehingga menghalangi aliran udara. Padahal udara penting untuk menjaga pembakaran di mesin tetap berlangsung. Akibat adanya abu vulkanik, pembakaran mesin gagal dan mesin mati.

Kondisi mesin sama seperti paru-paru manusia. Dapat dibayangkan, abu vulkanik akan menutup ujung saluran napas (alveoli) dan menyebabkan sesak napas.

“Jika mesin mati, pesawat terbang melayang-layang dan jatuh,” kata Firman. Walau dalam beberapa kasus pesawat yang mengalami mati mesin, masih bisa dihidupkan kembali, namun itu tidak mudah. 

Di samping itu, material silika (silikondioksida) atau bahan kaca yang ada dalam abu vulkanik bisa meleleh dalam ruang pembakaran. Titik lebur silika sekitar 1.650 derajat Celcius. Ada pun suhu mesin pesawat sekitar 1.700 derajat Celcius.

Lelehan silika tersebut akan terlontar ke turbin. Dampaknya, efisiensi turbin akan berkurang menyebabkan blockage (aliran udara lewat turbin terhambat).

Firman mengatakan, abu vulkanik bisa tertahan beberapa lama di angkasa. Ini berarti: matinya mesin pesawat akibat masuknya abu vulkanik ke dalam mesin masih bisa terjadi meski bandara sudah dibersihkan.

Namun keberadaan abu vulkanik di angkasa bisa ditoleransi jika kerapatannya—menurut Otoritas Penerbangan Sipil (CAA) Inggris—tidak lebih dari  4 miligram per meter kubik.

“Menghindari jalur yang masih mengandung abu vulkanik adalah pilihan terbaik,” tambahnya.