Tujuh bandar udara ditutup setelah Gunung Kelud meletus, Kamis (13/2). Ini berdampak ratusan penerbangan batal.
Kebijakan itu perlu dilakukan karena abu vulkanik bisa mematikan mesin pesawat serta memicu keretakan kulit badan pesawat.
Matinya mesin pesawat adalah kekhawatiran terbesar atas dampak abu vulkanik letusan gunung berapi terhadap penerbangan.
Ahli propulsi pesawat dari Institut Teknologi Bandung, Firman Hartono mengungkapkan, mesin pesawat bekerja dengan mengisap udara. Jika udara mengandung abu vulkanik, abu pun akan terisap dan dipastikan mengotori kompresor bagian depan.
Abu vulkanik yang lolos dari kompresor juga akan masuk ke ruang pembakaran (combusting chamber) mesin sehingga menghalangi aliran udara. Padahal udara penting untuk menjaga pembakaran di mesin tetap berlangsung. Akibat adanya abu vulkanik, pembakaran mesin gagal dan mesin mati.
Kondisi mesin sama seperti paru-paru manusia. Dapat dibayangkan, abu vulkanik akan menutup ujung saluran napas (alveoli) dan menyebabkan sesak napas.
“Jika mesin mati, pesawat terbang melayang-layang dan jatuh,” kata Firman. Walau dalam beberapa kasus pesawat yang mengalami mati mesin, masih bisa dihidupkan kembali, namun itu tidak mudah.
Di samping itu, material silika (silikondioksida) atau bahan kaca yang ada dalam abu vulkanik bisa meleleh dalam ruang pembakaran. Titik lebur silika sekitar 1.650 derajat Celcius. Ada pun suhu mesin pesawat sekitar 1.700 derajat Celcius.
Lelehan silika tersebut akan terlontar ke turbin. Dampaknya, efisiensi turbin akan berkurang menyebabkan blockage (aliran udara lewat turbin terhambat).
Firman mengatakan, abu vulkanik bisa tertahan beberapa lama di angkasa. Ini berarti: matinya mesin pesawat akibat masuknya abu vulkanik ke dalam mesin masih bisa terjadi meski bandara sudah dibersihkan.
Namun keberadaan abu vulkanik di angkasa bisa ditoleransi jika kerapatannya—menurut Otoritas Penerbangan Sipil (CAA) Inggris—tidak lebih dari 4 miligram per meter kubik.
“Menghindari jalur yang masih mengandung abu vulkanik adalah pilihan terbaik,” tambahnya.
Guru Besar Program Studi Aeronautika dan Astronautika Institut Teknologi Bandung Ichsan Setyo Putra, yang merupakan ahli konstruksi dan struktur ringan pesawat, mengatakan pula, abu vulkanik bisa menggores kaca pilot dan kulit pesawat.
Kulit pesawat paling rentan terkena abu vulkanik adalah sayap dan badan pesawat. Goresan pada kulit ini memicu keretakan mikro pada pesawat. "Pengaruh abu vulkanik pada rangka dan kulit pesawat akan semakin besar bila pesawat melewati awan vulkanik secara berulang," ujar Ichsan.
Pembersihan
Pembersihan abu vulkanik pada bagian luar mesin pesawat yang sedang parkir di bandara dalam kondisi mesin mati bisa dilakukan dengan menyemprotkan air. Untuk mengurangi potensi masuknya abu vulkanik, ceruk udara mesin pesawat biasanya ditutupi selama bandara masih diselimuti abu vulkanik.
Abu vulkanik yang menempel di kulit pesawat dapat dibersihkan dengan sapu atau alat lain lebih dulu. Setelah itu, kulit pesawat bisa dibersihkan dengan vacuum cleaner, kemudian, dicuci bersih seperti biasa.
Jika pesawat langsung dicuci dengan air, abu akan jadi lumpur dan bisa masuk ke celah kulit pesawat. Itu justru mempersulit pembersihan.
Tak hanya pesawat, bandara pun perlu dibersihkan. Abu vulkanik yang tersisa di landasan pacu akan beterbangan ketika pesawat lepas landas dan mendarat. Abu itu bisa masuk ke mesin pesawat dan menempel di kulit pesawat.