Ilmuwan Mengungkap Rahasia Cangkang Hewan Laut yang Fleksibel

By Wawan Setiawan, Minggu, 12 September 2021 | 12:16 WIB
Cangkang brachiopoda Discinisca tenuis keras dan rapuh tetapi menjadi lunak dan fleksibel saat terkena air. (Brookhaven National Laboratory)

Nationalgeographic.co.id—Mengapa cangkang brachiopoda Discinisca tenuis menjadi sangat lunak ketika berada di dalam air dan menjadi keras lagi saat di udara? Pertanyaan ini menarik perhatian para ilmuwan. Mereka akan mencoba mengurai bagaimana transformasi tersebut bisa terjadi.

Melalui sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti internasional Paul Scherrer Institute (PSI), para ilmuwan ini akan mencoba mengungkap rahasia dari perubahan bentuk cangkang tersebut.

Cangkang brachiopoda Discinisca tenuis diperkaya dengan mineral yang melindunginya dari pengaruh lingkungan yang berbahaya. Ketika cangkang tersebut berada di dalam air, ia akan mengubah strukturnya dalam suatu material. Hasilnya, cangkang menjadi sangat fleksibel bahkan bisa dilipat tanpa patah.

Baca Juga: Perubahan Iklim Saat Ini Telah Memengaruhi Evolusi Serangga Laut

Para ilmuwan ingin mengetahui bagaimana transformasi ini dapat terjadi.

Dilansir dari Tech Explorist, Fabio Nudelman, seorang ahli kimia material di School of Chemistry, University of Edinburgh Skotlandia, mengatakan, “Dalam komposisinya, cangkang menyerupai tulang. Namun tulang tidak mengubah strukturnya saat basah.”

Ia menambahkan,”Hal yang sama berlaku juga untuk kerang. Jika hewan perlu menyesuaikan sifat-sifat cangkangnya dengan kondisi lingkungan yang berbeda, mereka biasanya harus mengolah ulang bahan tersebut dalam proses yang panjang dan mahal dengan menyerap dan mendistribusikan kembali mineral. Itu tidak bekerja hanya melalui penyerapan air saja.”

Ilmuwan material Esther Tsai dari Center for Functional Nanomaterials mengangkat cangkang brachiopoda dari cawan petri berisi air. (Institut Paul Scherrer/Markus Fischer)

Dengan bantuan menggunakan teknik cryo-tomography, para ilmuwan ini melakukan pemeriksaan materi di bawah mikroskop resolusi sangat tinggi dan pada suhu yang sangat rendah.

“Pada suhu kamar, itu tidak akan mungkin terjadi karena cahaya sinar-X berenergi tinggi akan segera mengubah struktur cangkang yang sensitif tersebut,” kata Johannes Ihli, seorang peneliti PSI di SLS (Swiss Light Source).

Hasil penelitian Johanness Ihli mengenai cangkang tersebut telah diterbitkan dalam jurnal Nature Communications pada 10 September 2021 yang berjudul Mechanical Adaptation of Brachiopod Shells Via Hydration-Induced Structural Changes.

Dalam studi tersebut, diketahui bahwa mineral yang membentuk komponen utama cangkang adalah sejenis fluoroapatite, yaitu mineral yang mirip dengan bahan yang membentuk enamel gigi kita. Para ilmuwan juga menemukan cangkang yang memiliki ketebalan lebih dari setengah milimeter. Cangkang tersebut terdiri dari bahan hibrida. Bahan utamanya berasal dari mineral anorganik di mana polimer organiknya terbuat dari protein dan gula yang tertanam.

Baca Juga: Mengapa 'Kerang Disko' Bisa Menampilkan Pertunjukan Cahaya Cemerlang?

Ihli melaporkan, “Nanocrystals kecil dari bahan ini tersusun berlapis-lapis yang dapat dibandingkan dengan dinding bata. Dalam analogi ini, batu bata adalah nanocrystals, dan mortar antara batu bata terdiri dari molekul organik seperti kitin dan protein.”

Ia melanjutkan, “Mortar ini dapat menyerap air dalam jumlah besar, menyebabkannya membengkak. Melalui penyimpanan air, sehingga ia mengubah strukturnya menjadi lunak, dan batu bata itu menjadi saling bergerak.”

“Kemudian air bertindak seperti pelumas di antara masing-masing nanocrystals. Lalu kristal ini kemudian dapat tergelincir satu sama lain. Melalui gerakan inilah, cangkang menjadi fleksibel,” tutur Ihli.

Johannes Ihli dan rekan penulis Klaus Wakonig di beamline cSAXS SLS. (Institut Paul Scherrer/Markus Fischer)

Penelitian dan pengamatan cangkang ini juga telah berhasil mengungkap adanya jaringan pori-pori pada cangkang. Pori-pori ini secara efektif dapat memandu air ke dalam dan dengan cepat ia mendistribusikannya ke seluruh bahan.

“Hal ini dapat mencegah kerusakan pada cangkang dan dengan demikian menjadi kunci kelangsungan hidup hewan. Fenomena ini bahkan mungkin lebih luas daripada yang diduga. Kami tidak tahu berapa banyak spesies hewan lain yang mungkin memiliki sifat seperti ini," kata Nudelman.

Selain biologi dan evolusi, wawasan baru yang diperoleh juga menarik bagi ilmu material. Pengembangan material yang keras dan rapuh yang kekakuannya dapat dikontrol dapat menjanjikan untuk banyak aplikasi. Pakaian atau helm olahraga, misalnya, mungkin dapat secara fleksibel beradaptasi dengan gerakan dan selalu menawarkan perlindungan yang diperlukan tergantung pada dampaknya. Memanfaatkan fenomena ini juga terbukti berguna dalam mengembangkan bahan pengganti tulang.