Melalui Kekuatan Iman, Bambu Runcing Bisa Jadi Senjata Mematikan

By Galih Pranata, Selasa, 14 September 2021 | 14:00 WIB
Barisan laskar bambu runcing melalui sebuah jalan sekitar tahun 1946. (ANRI)

"Pasca kemerdekaan, pemindahan kekuasaan Jepang ke tangan bangsa Indonesia, khususnya di wilayah Temanggung, tidaklah berjalan lancar" tulisnya. Pasukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang kala itu dipimpin oleh Bambang Sugeng dan Suyoto, berupaya melucuti persenjataan Jepang.

"Kondisinya waktu itu, Jepang dibuat tidak berkutik, beberapa dari mereka melarikan diri ke gua-gua untuk menyelamatkan diri" tambah Darban. Di kemudian hari, terjadi insiden Ngadirejo, dimana beberapa tentara Jepang keluar dari persembunyiannya untuk mengamati penduduk desa, hingga diketahui dan terjadi pertempuran.

Salah satu tokoh dibalik perjuangan melawan Jepang ialah sosok ulama, Kyai Subchi. Ia merupakan ulama yang merakyat dan berwawasan luas. Tak heran, ia dijadikan pemimpin informal bagi masyarakat Parakan.

"Dalam menggelorakan semangat perjuangan, Kyai Subchi menginisiasi berdirinya Barisan Muslimin Temanggung (BMT) pada tanggal 30 Oktober 1945" tulisnya. Berdirinya BMT menjadi salah satu benteng pertahanan Republik Indonesia di wilayah Temanggung.

Baca Juga: Napak Tilas Perjuangan Perang Dipanagara di Sekitar Borobudur

Gerilyawan di Jawa yang bersenjatakan bambu runcing dan senjata rampasan dari Jepang, sekitar 1946 (Mahandis Yoanata Thamrin)

Muhammad Muchsinuddin dalam skripsinya yang berjudul Kyai Sebagai Pelopor Kemerdekaan (Studi Kontribusi Kyai Subchi Parakan dalam Perang Mempertahankan Kemerdekaan 1945), publikasi tahun 2016, mengisahkan pergolakan perjuangan serta peranan Kyai Subchi dalam melawan Jepang.

"Saat itu, kyai sangat dihormati di masyarakat. Meskipun tak memiliki jabatan di pemerintahan, kyai sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam masyarakat" tulisnya. Maka dari itu, di wilayah Temanggung dikenal dengan sosok kyai sebagai pemimpin informalnya.

"Para kyai kemudian mewarisi ruhul islami atau semangat islam, yaitu seruan jihad di jalan Allah untuk memerangi segenap kemungkaran yang dilakukan oleh bangsa asing" tambahnya. Melalui kekuatan iman dan takwa kepada Allah, itulah yang dapat menggerakan masyarakat Temanggung dalam menentang penjajahan.

Baca Juga: Dari KMB ke Pepera 1969, Sekelumit Kisah Sejarah Indonesia dan Papua