Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Filosofi Taoisme asal Tiongkok?

By Agnes Angelros Nevio, Rabu, 15 September 2021 | 12:00 WIB
Penggalan lukisan 'Tiga Pencicip Cuka', lukisan Jepang abad ke-16 karya seniman sekolah Kanō selama periode Mromachi. Konfusius, Buddha Gautama, dan Laozi yang melambangkan kesatuan Konghucu, Buddha, dan Taoisme. (Tokyo National Museum )

Nationalgeographic.co.id—Taoisme (juga dikenal sebagai Daoisme) adalah filosofi Tiongkok yang dikaitkan dengan Lao Tzu (500 SM) yang berkembang dari agama rakyat terutama di daerah pedesaan Tiongkok dan menjadi agama resmi negara di bawah Dinasti Tang. Oleh karena itu, Taoisme adalah filsafat dan agama.

Agama ini menekankan untuk melakukan apapun secara alami dan "mengikuti arus" sesuai dengan Tao (atau Dao), kekuatan kosmik yang mengalir melalui semua hal untuk mengikat dan melepaskannya. Filsafat tumbuh dari ketaatan pada alam, dan agama berkembang dari kepercayaan pada keseimbangan kosmik yang dipelihara dan diatur oleh Tao. Tidak termasuk praktik seperti leluhur dan pemujaan roh, tetapi kedua prinsip ini diamati oleh banyak penganut Tao saat ini dan telah berlangsung selama berabad-abad.

Taoisme memberikan pengaruh besar selama Dinasti Tang (618-907 M) dan Kaisar Xuanzong (memerintah 712-756 M) menetapkannya sebagai agama nasional Tiongkok. Dia mengamanatkan bahwa orang menyimpan tulisan Tao di rumah mereka. Kendati Dinasti Tang menurun dan digantikan oleh Konfusianisme dan Buddhisme, Tao masih dipraktikkan di seluruh Tiongkok dan negara-negara lain hingga saat ini.