Pada Zaman Dulu, Sepeda, Becak dan Gerobak Dikenakan Pajak Kendaraan

By Fadhil Ramadhan, Jumat, 17 September 2021 | 14:18 WIB
Pesepeda memenuhi jalan raya di Kota Surakarta dari Ngarsopuro ke arah Mangkunegaran. (Solo Zaman Dulu)

Kendaraan yang pemiliknya sudah membayar pajak, akan diberikan sebuah stiker, atau dikenal juga sebagai pres. Pemilik kendaraan akan diberikan tanda bukti berupa plombir, atau plombe (dalam Bahasa Belanda). Plombir bentuknya berupa meterai dari timah, yang dipakai sebagai tanda bukti sudah membayar pajak.

Tiap kendaraan ditempelkan plombir dengan pola yang berbeda-beda. Pola Plombir ditentukan oleh Kadipaten Mangkunegaran berdasarkan jenis kendaraannya. Plombir yang sudah ditempel berlaku hanya untuk satu tahun dan harus diganti dengan plombir yang baru.

"Pemungutan pajak seringnya dilakukan pada Hari Pasaran Jawa, yang mana lalu lintas tentunya akan lebih ramai," ujar Afiq. "Pada hari-hari tersebut, masyarakat kerap meramaikan pasar."

Baca Juga: Studi: Tarif Pajak dari Minuman Manis Bermanfaat Bagi Kesehatan Warga Indonesia

Ragam plombir produksi tahun 1938 yang ditempelkan pada bodi sepeda. (Afiq Chandra Susila)

Selain Pajak Hasil Bumi, Pajak Tanah, dan Pajak Kendaraan, Kadipaten Mangkunegaran juga mengenakan Pajak Tontonan bagi para penduduk. Pajak ini diperuntukkan kepada industri hiburan, seperti pemutaran layar tancap, wayang, juga keroncong. 

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, kebijakan baru berupa pemboikotan atas sepeda produksi Belanda, membuat pasar sepeda di Nusantara mulai didominasi oleh sepeda produksi Cina.

Hingga kini, sepeda bukanlah kendaraan yang ketinggalan zaman dan masih banyak digunakan. Sepeda bahkan dinilai sebagai kendaraan yang ramah lingkungan dan memiliki dampak baik bagi kesehatan penggunanya.