Trauma Jumat Pon Bagi Warga Banyuwangi

By , Kamis, 3 April 2014 | 09:25 WIB

Sholeh mengaku tak sempat membawa barang apa pun dari rumah. Hanya baju melekat di badan dan selimut untuk anaknya yang terbawa. "Yang penting nyelamatin nyawa dulu. Nanti kalau sempat saya ke mau balik ke rumah mau ambil ganti baju," kata dia.

Miswati, warga lain dari dusun yang sama, menuturkan kepanikan dan ketakutan yang sama dengan Hasanah. Dia bahkan memperlihatkan bekas luka yang dia dapat dari tsunami pada 1994, saat dia terseret ombak dan lehernya sobek terkena kayu rumah.

Masih jelas di ingatan Miswati, darah mengucur deras dari lukanya saat itu. Posko kesehatan dan puskesmas tak bisa merawatnya. Dia harus dilarikan ke pusat kota Banyuwangi untuk menjalani operasi. "Itu pun beberapa hari setelah kejadian. Saya trauma sekali sama yang namanya tsunami," ujar dia sembari mengusap matanya yang seketika berkaca-kaca.

Peristiwa 20 tahun lalu sudah dibuatkan tugu sebagai peringatan. Namun trauma itu belum hilang. Begitu berada di pengungsian, beberapa warga mulai bertanya-tanya ketiadaan petugas pemerintah yang datang ke dusun mereka untuk memberikan peringatan tsunami.

"Justru teman-teman wartawan yang datang duluan," ujar Miswati. Di lokasi pengungsian ini pun hanya ada air dalam kemasan. "Katanya besok mau buat dapur umum di sini. Semoga saja ada soalnya memang nggak ada yang bawa makanan," ujar dia.

Peringatan tsunami yang menuai kecaman

Peringatan tsunami yang dilansir BMKG dan BNPB, sudah menuai kecaman. BMKG dan BNPB mengeluarkan peringatan waspada tsunami kiriman dari Cile untuk 115 daerah di 19 provinsi di Indonesia.

Menurut kedua instansi, tinggi potensi tsunami berkisar antara nol sampai 0,5 meter. Waktu kedatangan tsunami diperkirakan Kamis antara pukul 05.11 WIB, hingga pukul 19.44 WIB. Menurut para ahli tsunami, peringatan ini berlebihan dan justru bisa membuat masyarakat panik. 

Tsunami kecil memang berpotensi melanda sekitar Papua akibat gempa di Cile ini, tetapi kecil kemungkinannya untuk terjadi di daerah-daerah lain yang tak bersinggungan dengan Samudra Pasifik. Ahli tsunami dari Amalgamated Solution and Research (ASR) Gegar Prasetya mengatakan, peringatan waspada ini terlalu berlebihan dan malah bikin panik masyarakat.

"Saya banyak ditelepon teman-teman BPBD di daerah yang kebingungan soal peringatan ini. Harusnya diperjelas mana daerahnya yang patut waspada, jangan semua malah dinyatakan Waspada," kata Gegar. Dia mengatakan, kecil kemungkinan tsunami kiriman dari Cile ini akan memberikan efek merusak untuk pantai-pantai di Indonesia.

"Skala gempanya tidak terlalu besar, dan arah energinya tidak ke Indonesia. Yang paling berpotensi terdampak (adalah) Papua, itu pun kemungkinan hanya paling tinggi setengah meter dan sifatnya osilasi lokal, atau gelombang berdiri, bukan gelombang horizontal yang merusak," papar Gegar.

Menurut Gegar, yang lebih penting dari kejadian gempa dan tsunami Cile ini adalah pelajaran untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap wilayah-wilayah Indonesia, yang berada di depan zona subduksi. "Jika gempa terjadi di dekat daratan seperti di Cile kali ini, dan tsunami datang sekitar setengah jam, apakah kita sudah siap?"

Dan kekhawatiran para ahli itu terbukti, setidaknya di Dusun Pancer, paling kurang dari cerita Hasanah dan Miswati. Trauma gampang memicu kepanikan. Waspada perlu, tidak berlebihan juga tak salah, apalagi bila pernyataan datang dari instansi pemerintah..