Subang Larang, Wanita Muslim di Pajajaran dalam Cerita Rakyat Subang

By Galih Pranata, Senin, 4 Oktober 2021 | 11:00 WIB
Taman Sunyaragi di Kesultanan Cirebon, Jawa Barat. Kisah Nyai Subang Larang tercatat dalam Carita Purwaka Caruban Nagari (CPCN), karya Pangeran Arya Cerbon yang digubahnya pada 1720. ('De Indische Archipel', 1865-1876 / Tropenmuseum)

Memasuki abad ke-15, tepatnya pada tahun 1415, pasukan Laksamana Zheng He (Cheng Ho) bersama armadanya dari Cina tiba di Muara Jati. "Mereka yang beragama Islam di Muara Jati, diperkirakan telah membawa pengaruhnya, menandai ajaran Islam mulai dikenal di sana," tulis Much Luthfi Fauzan Nugraha.

Ia bersama dengan Dadang Sundawa dan Muhamad Iqbal, menulis tentang catatan sejarah dalam Carita Purwaka Caruban Nagari, dalam International Journal Pedagogy of Social Studies. Tulisannya berjudul The Existence of Nay Subang Larang as a Source of Value Education in Adolescents in Subang District, publikasi tahun 2020.

"Sekitar tiga tahun berselang, tepatnya pada tahun 1418, seorang ulama Islam bernama Syekh Hasanuddin bin Yusuf Sidik, tiba di Muara Jati yang menumpang perahu dagang dari Campa," tulisnya. Pengaruh Islam semakin pekat disana.

Baca Juga: Temuan Fosil Stegodon trigonocephalus di Sumedang Siap Direkonstruksi

"Ki Gedeng Tapa adalah ayah dari Nyai Subang Larang, merupakan syahbandar (pejabat pemerintah) di pelabuhan Muara Jati, sebuah pelabuhan penting di utara Jawa Barat," tambahnya. Dari Muara Jati, diperkirakan Ki Gedeng Tapa dan keturunannya mulai mengenal Islam.

"Kemudian Syekh Hasanudin pergi ke Karawang dan mendirikan pasantren di daerah Pura, Desa Talagasari, Karawang, bernama Pesantren Quro," lanjutnya. Dari pesantrennya, Syekh Hasanudin kemudian dikenal sebagai Syekh Quro.

Ki Gendeng Tapa menitipkan anaknya, Kubang Kencana Ningrum, untuk belajar Islam kepada Syekh Quro. "Ia belajar Islam selama 2 tahun bersama Syekh Quro. Di tempat inilah Syekh Quro memberikan gelar Sub Ang larang (Pahlawan berkuda) kepadanya," terang Nugraha dalam tulisannya.