Kreasi Sampah dari Gang Gani

By , Rabu, 16 April 2014 | 16:38 WIB
()
Bingkai foto hasil kerajinan tangan siswa SD dari Gang Gani Medan, bisa juga dipakai untuk sebuah cerita bagi anak-anak. (Foto: Ayat S Karokaro)

Kegiatan mengolah limbah ini sudah dilakukan selama empat bulan terakhir. Awalnya, warga sempat melihat aneh. Setelah dijelaskan dan melihat hasil, wargapun senang. Bahkan, tak sedikit anak-anak mereka datang belajar mengolah sampah.

"Saat saya mengambil sampah itu, saya katakan, jangan beli produk tidak ramah lingkungan. Jauhi menggunakan produk plastik, karena tidak bisa didaur hingga 20 tahun."

Dalam dua bulan terakhir, hasil daur ulang sampah ini, menghasilkan uang bagi anak-anak di Gang Gani. Bila dan teman-teman, bahkan mematok harga sebuah bingkai foto Rp5.000.

"Target saya, dari Gang Gani ini kami ingin memulai kampanye menjaga lingkungan tempat tinggal. Jika ada limbah domestik, kami sarankan bisa diolah menghasilkan uang. Jika ada seribu gang mengolah limbah lingkungan, akan menjadi sehat dan nyaman kehidupan kita," kata Cintya.

Dia menjelaskan, membuat satu bingkai foto, memerlukan tiga atau empat kulit telur. Kulit-kulit telur ini dipecah kecil, lalu ditempel dengan perekat dari getah kayu. Setelah itu ditempelkan ke kertas kartun, atau rantai pohon, atau ember plastik dipotong dan diukur sesuai bingkai foto. Bisa juga besi dan kawat.

"Kita cat supaya lebih cantik. Kertas gabus juga bisa jadi pernak-pernik supaya lebih cantik dan terlihat ada salju."

Dzulmi Eldin, Pelaksana Tugas Wali Kota Medan, mengatakan, yang dilakukan anak-anak Gang Gani itu harus menjadi contoh bagi masyarakat lain. Saat ini, sampah di Medan, cukup banyak, bahkan hampir tak mampu ditampung di tempat pembuangan akhir (TPA). Dengan ide kreatif itu bisa menjadi pemecah masalah.

Pada 2008, produksi sampah Medan 840.000 m3 per hari, volume sampah tertangani 734.690 m3 per hari. Akhir 2013 hingga awal 2014, sampah yang diangkut ke TPA lebih kurang 85 persen dari total sampah. Sedangkan 8,6 persen diolah masyarakat, 14,21 persen tersisa menjadi kompos dan produk daur ulang.